Sedikit Masukan Buat Mereka dan Kami dari Kita

18 November 2008

Pada 13 November 2008 21:44,

AY menulis:

AWW,
Tadi Pagi si “Othman Amrozy” alias US maen ke kantor gua, dari
sekedar ngobrol ngalor ngidul ada persamaan pendapat yang membuat ada
sedikit unek-unek yang ingin gua sampekan kepada para mantan Dosen gua dulu
di kimia Mipa Undip. Gua and Othman ternyata sama=sama merasakan ada
beberapa Dosen kimia undip yang suka pilih kasih alias hanya memperhatikan
mahasiswanya yang berpotensi atawa yang pinter aja dan mengabaikan mahasiswa
yang Telmi, tulalit kayak gua hehehe…, memang tidak semuanya begitu.
mohon maaf sebelumnya terpaksa gua sebut aja dosen yang gua rasakan suka
pilih kasih : Bu M S, Pak BC, Pak PS & Bu A.
Dan gua sepakat Dosen yang cukup baik adalah : Pak WH R, Pak
G, Pak S dan masih banyak lagi… untuk dosen-dosen muda gua
ndak tau, tapi kalo C DJ pasti kocak plus nyengit….. Hehehe. ..
gua sengaja melempar opini ini agar ada tanggapan dari rekan-rekan lain ,
syukur-syukur para dosen dapat menanggapi hal ini . Sekali lagi gua mohon
maaf jika ada yang tersinggung. piss….

Papae Tegar
Fans beratnya Pak S

KEMUDIAN …..

Dari: a r Jumat, 14 November, 2008 16:32:50

Waaalikum salam,
Seeetuuujuuu pendapate kang AY. (Mohon maaf apabila terlalu keras)
Rabu kemarin ke kampus, tetapi sayang tidak ketemu beliau-beliau.
Kalau boleh beri contoh:
di 89 Ling-ling karena dia pinter langsung ditarik supaya jadi mahasiswa
bimibingannya, sedangkan saya yang biasa-biasa saja yah “dibiasakan” saja,
karenanya saya pun jadi malas ikut kuliah mereka, asal nilanya tdk D
bersyukur, karena awalnya sudah malas.
Tetapi saya percaya mahasiswa-mahasiwa yang di “CING” sama beliau-beliau
alias di pilih kasih, sekarang bisa lebih sukses dari pada mahasiswa
bimbingannya, karena dengan bimibingan Bapak R, Bp. G setelah
lulus punya wawasan pikikran yang lebih luas, tahan banting. Saya yang
mengalaminya sendiri. Saya tidak menganggap lebih sukses, tetapi karena Bp.
R, Bp. G saya jadi merasa semangat setelah lulus walaupun
dengan IP kecil.
Mohon maaf apabila ada yang tersinggung.
Bagaimana pendapat Kang AY & “Othman Amrozi”? Atau ada rekan lain. Atau
yang sekarang sudah jadi dosen, Ashari, Pardoyo, Khabibi, Sriyatun, Adi?
Wassalam,
R 89

LALU….

Pada Jum, 14/11/08, R menulis:

wah….wah.. ..makin seru nih bola panas dari Bung AY….
hmmm…..gimana kalo aq punya pendapat sedikit lain…..ada sedikit
setuju-dan ada enggaknya dioplos terus kasih strawberry.. ….hmmm pasti
hasilnya lebih enak di hati dech,

sory, sebagai alumnus yang baru kemarin sore, pastilah masih hijau, karena
aq di tanah sunda jadi nyebutna HEJO KENEH……. ,
menurutku, manusiawi kalau dosen/pengajar akan memilih yang pinter banget
atau karena mesak’e pilih yang Go….banget (maksud nya Go publik
banget)….,
mungkin yang yang disoroti sama bung arman adalah bagian yang milih anak
bimbing yang pinter pinter (menurut mereka)….ini ada untungnya karena
kalau kita ga kepilih terus merasa karena kita ga pinter, aq yakin kita akan
segera berpikir untuk survive tanpa bimbingan beliau kan, nah dengan
demikian kita juga belajar bergelut dengan keadaan….ingat bung bukannya
hidup ini akan penuh dengan pergulatan.. …..,

tanpa menilai buruk para dosen kita, kita akan bisa mengambil nilai masing
masing kok….yang pinter dalam kuliah belum tentu pinter berkelahi dengan
nasib…..ya ga??? yang “Go publik di kampus dulu (karena sering
ngulang jadi kan semua angkatan tahu…heheheeee) ” mungkin sekarang di
dunia nyata juga go publik dan sukses….

Bung AY dan Sesepuh sesepuh yang tentunya dah go publik sekarang, kayanya
almamater kita perlu sekali mendapat suport nih…..
terus terang kadang aq ngiri sama temen yang dari almamater lain….karena
link nya sangat erat….taruhlah punya project, dia bisa kontak kontakan
gitu…..kan lumayang tuh……,

Hope you’re in happyness
Kindly regards
R ^!Sxxx!^’00

From: AY
To: kimiaundip@yahoogroups.com
Sent: Saturday, November 15, 2008 7:53:28 AM

AWW,
Hehehe….. gua emang sengaja melemparkan opini yang ada dipikiran gua 15
tahun yang lalu, soale sekarang itu jamannya bebas mengeluarkan opini…
tapi yang jelas tujuannya agar ada masukan buat para Dosen buat intropeksi
diri demi kemajuan kimia undip yang kita cintai. Buat R dari kota T and dik
R dari kota P trims atas tanggapannya.
Mana opini-opini rekan-rekan yang lain ? jangan takut bersuara donk….
Gimana tanggapan bapak ibu Dosen Kimia Mipa Undip ?…….
WWW

Papae Tegar
Pernah jadi Dosen di Akmil

RAK MAU KETINGGALAN …..

2008/11/15 A F <art_chemist@ xxxxxxxxxxxxxxxx.com>:

Salam’alaika
permisi, saya mau numpang titip suara aja. kalau pak R bilang masih
kemarin sore, saya AF kimia 2001 mungkin bayi tadi malam yang bru
lahir tapi ajaibnya udah bisa bersuara,hehehehe. …terlepas itu semua, saya
sepakat ama pak arman tentang kebebasan kita bersuara.
sekedar kilas balik sebentar bahwa apa yang pak AY lontarkan juga sempat
saya tawarkan langsung ke mahasiswa dulu namun yang “beli” tidak lebih 1%
dari mahasiswa kimia dari semua angkatan alias mahasiswa kimia masih terlalu
fokus dengan urusan akademik yang membelenggunya. betapa semangatnya dulu
saya dengan konsep “pola pikir” peka, peduli dan kritis yang menekankan
bahwa sebagai seorang mahasiswa harus memiliki pola pikir tersebut,
sebenarnya ga ada keharusan tapi sebaiknya memiliki jika ingin kimia maju,
jadi ga cuma meng-go public kan diri sendiri tapi juga bisa meng-go public
kan jurusan kimia, itu konsep saya dulu, namun masih susah karena mungkin
boro2 mahasiswa mau mikir konsep saya, laporan praktikum aja udah bikin
teler,hihihiii. .jadi intinya mungkin karena saya kurang kerjaan jadi dulu
suka “ngotak-atik” mahasiswa ama jurusan
Masalah dosen, saya setuju jika ada pandangan sebagian dosen yang istilahnya
“pilih kasih”. Bagi saya yang notabene juga bekas mahasiswa kimia yang
kurang cerdas,karena pernah mengambah “nasakom” dan selalu jadi
buronan,hihihii. ..sungguh “menggairahkan” jika melihat geliat para dosen
kimia saat kuliah dulu. memang dalam beberapa kontek ada dosen yang terkesan
pilih kasih dan mungkin sampai sekarang juga ada karena itu wis “gawan
lahir” kalau saya bilang,hihihihi. ..udah karakter dan terus terang saya sih
lebih interest garap pola pikir mahasiswa kimia sendiri. ibarat rumah,
mahasiswa saya bilang adalah tiang center. sampai sekarang saya masih
percaya dengan konsep saya bahwa maju mundurnya jurusan kimia tergantung
pola pikir mahasiswanya. buat saya, sebagus apapun kurikulum dan kualitas
dosen tapi jika mahasiswa sebagai object utamanya tidak ada respon positif
untuk sama2 membangun jurusan kimia, gimana kimia bisa go public? meski akan
jauh lebih baik jika semua elemen mendukung mulai dari kurikulum, kondisi
dosen dan mahasiswa… kerennnnnnn pastinya
Inti dari suara saya adalah sebenarnya saya butuh bantuan para alumni untuk
memberikan inspirasi dan suara kepada jurusan atau mahasiswa. sayangnya,
saat ini saya juga kehilangan kontak dengan mahasiswa jadi kurang tahu
perkembangan jrusan dan mahasiswa sekarang ini.
Buat mas2 atau mbak yang bisa kontak ke kampus, semoga jurusan masih butuh
suara para alumni,hihihihi. …oke, mohon maaf jika banyak omong dan salah
Semoga mas dan mbak semua selau sukses dimana bumi dipijak, dimudahkan
segala urusan, amin. sukses juga buat kimia undip….hidup kimia
Wassalam

A F Kimia 2001

DAN TERNYATA ADA YANG BACA KEMUDIAN…..

2008/11/18 WS’96
wah…capek mbacanya…. 😦

LALU DILANJUTKAN…

Pada Sel, 18/11/08, menulis:
Tanggal: Selasa, 18 November, 2008, 8:14 PM

capek mbaca tulisannya pak A F….
Maaf ya…

Usul nih….
Mungkin perlu untuk disosialisasikan forum ke kampus.
supaya ada feedback dari para dosen.
Karena klo kita-kita saja yang memberikan masukan tanpa ada respon
dari kampus tercinta, sepertinya kita hanya usulan tanpa makna (maaf
lagi nih…)
Mengapa saya sebut seperti itu.
Objek yang mau dikasih usul kan kampus, klo usulnya tidak sampe ke
yang diberi usul….??

Kira-kira bapak ibu dosen ada waktu tidak ya…untuk sekedar membuka
email atau mengirim email ke milis ini?
Kira-kira ada waktu tidak beliau-beliau membuka email barang 30 menit
saja tiap hari di sela-sela istirahat lah… atau 15 menit saja deh
untuk buka email…ngasih info tentang kondisi jurusan atau memberikan
feedback dari kritikan/komentar di mailing list ini….

Segitu dulu….
saya alumni kimia angkatan 96….
Numpang iklan juga….. http://www.bucksci. com

NAMUN SEBELUMNYA…

Tuesday, November 18, 2008 6:29 PM
From:

To: kimiaundip@yahoogroups.com

Bung A Y,
Yang lalu biarlah berlalu kita lupakan saja, karena belum tentu dosen yang disebutkan bung AY disukai oleh semua mahasiswa maupun tidak disukai oleh semua mahasiswa..yang jelas menurut saya waktu itu khan..kita-kita sendiri yang milih dosennya..seperti bung AY yang fans berat dengan pak S tetapi tidak semua mahasiswa yang ngefans..

Trims,
R W J

DAN AKHIRNYA….

AWW,
Trims atas tanggapan rekan-rekan semua, BTW mana komentar dari para dosen di kampus tercinta ?……….. (sibuk kali ni ye…? )
WWW
Papae Tegar
Itulah sebuah tulisan dari para militan-militan yang pernah ikut mbabat alas, kemudian ditempa, bersemedi serta bertirakat di kawah candra dimuka, digojlog di Jalimbing State dengan segala macam nuansa yang menjadi nostalgila serta menumbuhkan jiwa-jiwa untuk bangkit.
Semoga dengan coretan ini bisa membuka juga belantara yang menjadi “barieer” antara sang santri dengan para kyai / nya’i di padepokan.

Seperti tulisan berikut ini:

HIJRAH… pembelajaran dari alam

kalau anda menaruh tanaman, kembang, di dalam rumah di dekat jendela,
anda perhatikan tanaman itu cenderung mengarah ke jendela, cenderung mencari sumber cahaya,
jadi tanaman saja tau bagaimana mencari sumber cahaya.
burung2 di kutub dan tempat2 lain pada musim2 tertentu, berhijrah dari tempat yang pada musim itu, kurang mengandung makanan dan kesehatan baginya, mereka melintasi benua2 untuk mencari tempat yang lebih menyehatkan dan menyejahterakan,
tanaman dan burung saja mengerti, bagaimana berhijrah dari kegelapan menuju cahaya

hijrah dari hati yang beku kepada hati yang lembut, lunak kepada saudara-saudaramu
berhijrah dari pikiran yang tidak adil menuju pikiran yang obyektif yang menyelamatkan semua pihak
berhijrah dari kedengkian menuju kasih sayang
berhijrah dari kebencian menuju cinta
berhijrah dari egoisme menuju kesopanan
berhijrah dari ketidak tertataan menuju tatanan-tatanan shof-shof yang baik
sebagai masyarakat organisasi dan manajemen yang baik sebagai sebuah bangsa
hijrah dari kegelapan menuju menuju cahaya
itulah yang harus kita lakukan bersama-sama dan sendiri-sendiri
berangkat dari ketulusan hati kita sendiri dan keadilan fikiran

162 Tanggapan to “Sedikit Masukan Buat Mereka dan Kami dari Kita”

  1. Papae Tegar said

    hehehe….. si buhari ini ada-ada aja,klo mau versi lengkap dri tuliasan ini gabung aja ke millist kimia undip@yahoogroups.com, tapi anehnya ndak adatuh komentar dari para dosen kimia undip….

    Papae tegar
    http://www.armanyulianto.blogspot.com

  2. Papae Tegar said

    yang mau baca versi lengkapnya gabung aja ke millist kimiaundip@yahoogroups.com

  3. W. H. Rahmanto said

    Buat yg suka ngerumpi di Forum ini

    Assalamu’alaikum wr. wb.

    Hehehe…..ngerumpi dosen nek kuwalat piye? Tetapi tak apalah, dunia ini tentu tak akan ramai tanpa rumpi-rumpian kan! Dunia yang mati seperti kuburan. Tak apalah, keterbukaan itu penting, kritik = sambal, tanpa kritik bak makan masakan Padang tanpa sambal. Tak suka kritik, jangan sesekali makan masakan Padang. Bisa juga lebih serem dari itu, kritik buat saya sama dengan santapan lezat bergizi.

    Dosen pilih kasih? Salah sendiri yang tak dipilih! Terlalu Go (Publik) sih (banyak teman, alias lebih banyak keluyuran daripada belajar)..hehehehehe….. Tetapi, banyak teman khan juga banyak manfaat, info jadi lebih terbuka. Nyasar di Jakarta tak bakal terlantar ya….. Dosen pilih kasih itu wajar. Mahasiswa waktu kuliah juga pilih kasih khan? Pilih diberi kuliah dosen yang mana: yg cantik apa yg ndeso, yg tampan atau yg ketinggalan sepur alias tidak gaul (misalnya seperti saya), yang galak bagai harimau (WHR) atau yang ramah lagi murah nilai? Hahahaha…….

    Tetapi tak perlu kecil hati ya, jodoh kan di tangan Tuhan. Dosen-Mahasiswa kan sudah ada jodoh masing-masing.
    Tidak terpilih jadi bimbingan beliau-beliau itu, ya….jadi bimbingan beliau-beliau yang lain khan? (Meski kepepet alias terpaksa…. yo wis ra popo, lulus nganggo kepekso). Yang penting sekarang sudah sukses, dan terus makin sukses ke depan. Masa lalu khan bagian dari sejarah panjang anak manusia. Tanpa coreng-moreng sejarah, hidup tak pernah ada yang bisa diceriterakan via forum ini. Apa ceritera mhs-mhs yang mulus-mulus saja tanpa pernah ada masalah, kesulitan, tantangan ketika kuliah?

    Yang penting, salam saya buat semua alumni, tanpa pilih-pilih. Semoga karir para alumni semuanya kian sukses, prestasi kian menanjak.

    Wassalamu’alaikum wr.wb.
    WHR

  4. Papae Tegar said

    AWW,
    Sejujurnya sy paling segan dari dulu sampai sekarang ama pak Rahmanto ini. jujur pak sy dulu pernah nyontek ketauan ama bapak ! malu plus rasa bersalah pak ! InsyaAllah itu nyontek sy yang terakhir… makanya IPK saya termasuk yang golongan lemah. hehehe… Sy termasuk pengagum beratnya pak Rahmanto yang menurut sy paling dekat n peduli ama mahasiswa (bukan nyanjung or nyolu lho pak ). BTW kalau IPK sy rendah itu saya menyadari akibat tulalitnya otak sy. dan sy juga menyadari bahwa sy dulu lulus dengan predikat SANGAT TERPAKSA . (suer.. ini yang bilang pak damin sumardjo, ketua tim penguji skripsi sy waktu itu) mungkin waktu itu sy dilulusin soale klo ndak lulus-lulus nyepet-nyepetin moto or ngebak-ngebakin kampus. hehehe….., Klo mungkin dunia bisa diputar ulang terus terang sy tidak akan ngambil jurusan kimia. hehehe…. sy pasti ambil jurusan lain yang mungkin lebih bisa sy mengerti. trus terang sampe sekarang banyak ilmu yang ndak sy mengerti… hehehehe….
    apalagi kalau yang ngajar pak parsaoran “brewok”siahaan hehehe…(moga-moga ndak kualat, ngrasani mantan dosen). oh ya pak rahmanto kok ndak posting di angkatan 88 ya…?
    www

    Papae Tegar
    http://www.armanyulianto.blogspot.com

  5. RWJ said

    Saya tadinya tidak setuju dengan bung AY tentang dosen pilih kasih karena saya pikir yang milih dosen tsb sbg pembimbing adalah kita-kita juga tetapi dari tulisan Pak Rahmanto ternyata tulisan bung AY dibenarkan juga oleh beliau bahwa ada dosen yang pilih kasih. Saya baru tahu kok bisa ya dosen begitu thd mahasiswanya?

  6. Othman said

    Hee3 nimbrung nih masalahe aku juga ikut digosipin disini, wah aku bukan Amrozy tp I Am Sorry karena mo kasih masukan yang orang bilang kritik n aku piss eh salah peace banget lho!! Jangan terlalu tegang walaupun isinya kadang bikin tegang hee3.. Gini setelah lulus dari kuliah ada beberapa hal yang perlu masukanku sekedar pengalaman pribadi aku dulu waktu lulus langsung hengkang keluar jawa gara-gara tersandung masalah administratif kampus yang tidak jelas n konsisten akhirnya aku tersandung tuk dapat pekerjaan diperusahaan bergengsi..dari sini tolong pihak kampus juga bisa mempermudah urusan yang tidak terlalu urgent (gara-gara kurang 1 eksplar menyerah skripsi).trus kalo aku bandingkan alumnus di PT-PT yang lain mereka punya ikatan alumnus yang kuat begitu juga pihak kampusnya..Tapi sekarang aku yakin mereka makin “CARE“ .Ini harapan dan rasa optimisku lo dan untuk para pepunden mohon maaf kalo ada kata-kata yang menyinggung
    Salam
    Othman

  7. Papae Tegar said

    AWW,
    hehe… sory man jenengmu kegowo-gowo. soale habis ketemu lo di kaantor gua, jadi nostalgia 20 tahun yang lalu, soal kritik mengkritik itu hal biasa. dan gua biasa pake bahasa yang lugas tanpa pemanis kata, so maafin deh bagi sebagian para dosen yang mungkin tersinggung.
    buat pak cholid kutunggu komentarmu yang tajam dan terpercaya plus nylekit tapi ngangeni…

    WWW.
    http://www.armanyulianto.blogspot.com

  8. W H Rahmanto said

    Bung AY, terimakasih atas suntikannya. Hehehe…..masa lalu kan sejarah yang pahit untuk dijalani, tetapi manis bak “madu” untuk dikenang kan! Nyontek? Jangan salah konsep ya…..Saya memberi nilai A matakuliah yg saya asuh untuk mhs yang saya ketahui nyontek, sekaligus E buat mhs lain yang juga saya ketahui nyontek waktu ujian. Well, tebak kenapa? Yg jelas nyontek tak seratus persen buruk. Lho…….., piye to……..?

  9. Ihsanuddin Bahri said

    Salam,
    saya ihsanuddin bahri, angkatan 99, buat mas2, mbak2, dan teman2 kimia, salam kenal, semoga kimia semakin kompak, alhamdulillah ada media komunikasi seperti ini, minimal kalo teman2 yang masih kuliah (HMK) mo ngadain reunian tinggal nulis di blog dah otomatis tersebar diseluruh indonesia, kagem pak Rahmanto salam sungkem, mugi gusti allah paring kesehatan dumateng Bapak sekeluargo, amiin,

    setelah saya baca komentar2 diatas, ternyata masa lalu kuliah di kimia setiap orang punya sejarahnya sendiri2,
    apapun ceritanya ternyata enak juga untuk dikenang,
    dan apapun kenanganya tetap saja sebagai sesuatu yang telah terlewatkan, biarkan semua itu manis untuk dikenang dan pahit untuk diulang… hehehehe
    kalo disuruh ngulang kenangan di kimia rasanya berat banget, dari jadwal praktikum yang banyak, kuliah yang ga mudeng2, nilai pas2an, lulus dengan terpaksa, setelah lulus cari kerja juga susah, mo usaha ga punya modal dan jaringan, mo dirumah terus2an malu sama tetangga, mo merantau ga punya ongkos, nasib2…. hehehe

  10. AWW,
    Trims, pak Rahmanto kalau bisa saya usul kalau ada mahasiswanya yang ketahuan nyontek langsung aja di kasih E , sebab entar yang jago nyontek kalau jadi pejabat pasti jago korupsi…hehehe… btw pak Rahmanto koq ndak ada di Facebook ya.. kalau ada pasti seru, yang saya tahu hanya Faizul Ishom yang sering nongol di situs jejaring sosial Facebook….

    WWW.
    Papae Tegar lagi demen nongkrong di Facebook

  11. Ny.Toni said

    setujuuuuu….. Pak………………
    nyontek = mental menghalalkan segala cara
    Tujuan yg baik bukan berarti boleh menghalalkan segala cara
    Ingin mencapai IPK yg tinggi, demi masa depan, demi mbahagiakan ortu dan tujuan mulia lainnya bukan berarti dihalalkan u/ nyontek………….

  12. Ny.Toni said

    Pak Rahmanto…

    usul nih, kalo rekrutmen dosen untuk kimia mipa undip jgn dari, oleh dan untuk kimia undip aja donk,
    kenapa gak bikin “open recruitment”??? Jd siapapun dr universitas manapun silahkan bersaing untuk menjadi yg terbaik menempati posisi dosen di kimia undip, dr UI, ITB, ITS, UNIBRAW, UNAIR, ato yg dr Luar Negeri, monggo aja…
    kalo ternyata yg dr UNDIP tersingkir yaaa berarti emg belom qualified, jd gak usah maksa mentang2 alumni sendiri…

    kalo dari, oleh, dan untuk kimia undip terus kapan mau majuuuu??? Wong mbulet disitu2 aja…

    Salam
    -Nety 99′-

  13. djoem Jayakarjono said

    dari pada pusing maenan ini aja

    http://www.aksalser.com/game.htm

  14. Daripada lulusannya pada nganggur lebih baik rekrut lulusan sendiri aja ! terus terang lulusan kimia Undip ndak kalah ama lulusan Universitas Lain. Buktinya gua produk gagalnya kimia undip berkali-kali ngalahin temen-temen gua yg lulusan universitas ternama dalam berbagai seleksi pendidikan di TNI.

    Papae Tegar
    Tersandung S2 ke Amerika gara-gara IPK

  15. Othman`91 said

    Assalamu`alaikum
    Aku punya usul nih, ini lain topik ya..Bagaimana kalo alumnus kimia undip ngadain apa saja yang bersifat aplikatif. Kebetulan aku sekarang lagi konsen di minyak atsiri (cengkeh, nilam, sirih dll) kalau ada alumnus yang kerja diperusahaan yang bergerak dibidang Atsiri tolong infonya aku mau sharing (market, parameter dll) kebetulan aku sudah buat penyulingan di Makassar dan Ternate. kalau ada yang mau sharing bisa hub emailku: usman_sunandar@yahoo.co.id atau my mobile: 08124108309
    (Belajar jadi enterprenuer bosan jadi buruh melulu walau sekarang masih juga buruh). Ayo kakak-kakak senior n adik-adik yunior maju jangan mau kalah sama orang Drop Out yang malah sukses dan sukses selalu!!!!!!!!
    Wassalam
    Othman`91

  16. W. H. Rahmanto said

    Asslm’wr.wb.

    Mas AY, saya setuju, mental contek (apalagi contek karya ilmiah atau apapun yang lebih seru dari itu) tak perlu diberi tempat nyaman di dunia ini. Tips: untuk menjadi yang terbaik harus berlatih menghadapi tantangan dan serangan (bak latihan militer TNI) sejak masuk bangku sekolah (kelas I SD) sampai ujian skripsi. Bukan malah dinina-bobokkan dengan fasilitas-fasilitas yahud….

    Sayang sekali, sekarang kami (dosen-dosen yg sok idealis) menghadapi paradigma baru: tantangan dan serangan ala militer hanya akan membuat mhs. down, lulus lama, IPK rendah; yang pada gilirannya menurunkan akreditasi Program Studi Kimia (karena akuntabilitas PSK rendah).
    Pembantaian mhs. ala MK-PIP yg dulu supaya mhs. enjoy waktu ujian TA sekarang sudah tidak ada lho…. MK Seminar lebih soft/nyaman seperti yang diinginkan oleh mhs maupun institusi, sehingga mhs sudah tidak perlu lagi stress berat menghadapi harimau kampus.

    Nety, jangan salah alamat ya….rekruitmen dosen bukan hak saya. Itu semua hak prerogatif pimpinan. Waktu saya masih punya hak bicara di institusi, ya sudah dibuat heterogen; ada yang dari UGM, Andalas, ITB, Unibraw, IPB, dan ITS. Para pimpinan (barangkali) punya pertimbangan begini: untuk meningkatkan %lulusan yg bekerja (di tengah-tengah persaingan berat), alumni ada yang diterima di institusi sendiri. Logis kan?
    Tugas utama saya sekarang mengajar (tak perlu terlalu saklek & keras), menguji (dengan soal yg jangan sukar-sukar) dan memberi nilai (yg jangan pelit-pelit ah)..he..he..he..Usulan bisa disampaikan ke Kajur, Sekjur, Kapro Ekstensi, dan Sekpro Ekstensi.

    Salam buat Djoem Jayakarjono

    WHR – cselab_whr@yahoo.com

  17. W. H. Rahmanto said

    Asslm’wr.wb.

    Mas AY, untuk masuk Facebook lewat mana? Ada di blog ini?
    Maaf, kali ini, saya kuper.

    WHR

  18. AWW.
    Saya setuju sekali dengan pendapat pak Rahmanto, mungkin beliau ingat waktu tahun 1988, beliau termasuk dosen yang babat alas tembalang menjadi sedemikian canggihnya seperti sekarang. Saya jadi ingat waktu awal kuliah dimana kimia MIPA undip masih ndompleng kuliah di fakultas-fakultas lain. Kami kuliah di FT tembalang, kampus mataram, B06 pleburan sampai kampus Ki Mangunsarkoro…. pokoknya ngenes banget deh waktu itu… lasykar 88 emang dibentuk oleh keadaan yang serba terbatas sarana dan prasarananya. kami tidak cengeng waktu itu, walhasil banyak juga alumni babat alas tembalang yang jadi “orang”sekarang, saya salut buat Pak Ishom yang udah jadi Doktor (2009 InsyaAllah jadi Menteri kalau PKB menang hehehe..) Pak Nurul , Cak Rus, mbah heru, Ucok, Yudha dan masih banyak lagi yang udah level manajer di Perusahaannya masing2 tentunya masih banyak yang tidak bisa saya sebutkan disini…
    jadi otak dan otot bukan segalanya, spirit dan mental yang kuat akan menuntun seseorang akan sukses …

    nb : buat Pak Rahmanto buka aja http://www.facebook.com , kemudian daftar disitu untuk buat account kita , gratis koq , Di facebook kita bisa mencari orang-orang yang pernah kita kenal, sekarang lagi rame-ramenya caleg cari pendukung.

    Papae Tegar
    http://www.armanyulianto.blogspot.com

  19. Pro Mas AY

    Assl.wr.wb. Trims buat info facebook-nya. Selamat berjuang di Makassar. Saya kira masih di Magelang, ngajar bersama Om saya (Yuwana). E..tahunya sudah di seberang laut.

    Selamat berjuang mencetak prestasi buat para pejuang babat alas Pleburan-MTHaryono-Tembalang……semoga sukses.

    Wassl.wr.wb.
    WHR

  20. AWW,
    Trims juga pak , atas bimbingan bapak selama ini, semoga bapak diberi kekuatan dan kemampuan dalam membimbing para mahasiswa kimia undip agar menjadi insan yang punya spirit dan idealisme tinggi dalam mengarungi samudra kehidupan. Sekarang ini sedikit sekali kita menemukan orang yang punya idealisme seperti bapak.
    nb. di facebook ada faizul ishom dan m cholid djunaidi..

    WWW.

  21. W.H. Rahmanto said

    Mana masukan-masukan postif buat Kimia-MIPA UNDIP?
    Kami, terutama saya sbg dosen, sangat terbuka dan akomodatif terhadap masukan2 & saran2 bagi kemajuan pendidikan di negeri kita ini, asalkan bukan hal2 yg musykil untuk bisa dijangkau.
    Misalnya, soft-skill macam apa saja yang dibutuhkan disemua lini kehidupan dari para alumni chemistry-undip. bidang-bidang/aspek-aspek kimia mana sajakah yang diperlukan di semua sektor pekerjaan. Atau apa sajalah.

    Trims
    WHR

  22. Siap pak…!
    saya ada sedikit masukan buat Kimia Undip… Kalau di pendidikan TNI itu mengenal adanya ‘TRI POLA DASAR PENDIDIKAN TNI” yaitu membentuk peserta Didik (Serdik) dari tiga aspek yaitu : Aspek Intelektual Akademis , aspek Mental Kepribadian serta aspek ketrampilan dan kesamaptaan Jasmani… jadi gimana kalau Kimia MIPA undip dapat sedikit mengadopsi tri pola dasar pendidikan tersebut, jadi serdik dalam hal ini mahasiswa dapat dibentuk menjadi manusia yang seutuhnya… ndak hanya pinter aja tapi juga mempunyai kepribadian yang tangguh serta fisik yang prima (paling tidak ndak penyakitan hehehe..) sebab Indonesia sekarang banyak orang pinter yang hanya bisa pinter ngapusi aja…
    Kalau bisa mahasiswa yang tukang nyontek, tukang mbolos, tukang mabok, dll ndak usah dilulusin aja pak…! trus kalau bisa ndak usah pelit-pelit kalau ngasih nilai… wong nilai ndak kulakan aja koq…. Terus terang IPK saya dibawah 2,5 jadi selama ini saya terganjal persyaratan nilai IPK guna S2, padahal temen2 saya yang dari Universitas antah berantah yang kualitasnya ( maaf ndak sombong… tapi dibawah saya) dapat lolos melanjutkan s2nya keluar negeri…. padahal saya berbagai persyaratan udah terpenuhi termasuk nilai TOEFL, Psikotest dll….
    sementara itu dulu pak.. sebenarnya masih banyak tapi itu dulu aja buat mancing komentar rekan ;lain…

  23. djoem said

    wah wah klo gitu angkatan 94 ga ada yang lulus donk…

  24. hehehe…namanya juga usul Djoem…. BTW ada apa dengan angkatan1994 djoem ? tukang mabok semua kah ?

  25. Ihsanuddin Bahri said

    Siip Pak Papae Tegar, seratus persen saya setuju, dulu saya pernah tulis di blog ini usulan yang hampir sama dengan Bapak, cuma dengan bahasa sangat sederhana, istilah saya Pendidikan Karakter, kami dapatkan pendidikan karakter diluar kimia, waktu itu kami ikut semacam pendidikan politik, dan bagus banget, termasuk nilai2 perjuangan (semacam idiologi) yang harus menyatu dalam jiwa, sehingga setiap gerakan selalu mencerminkan idiologi yang dianut.. termasuk keberanian menghadapi tantangan dalam perjuangan menolak penindasan.. istilah kami: “Tandang Lawan Walau Seorang, Menolak Tunduk Bangkit Melawan…” serukan? hahahaha..

    Kalo ga salah Pak Papae Tegar pernah ikut reuni, waktu itu yang jadi panitia angkatan kami Pak, saya pernah salaman dengan Bapak di dekanat lantai dasar, Bapak termasuk yang datang duluan, pakai topi, potongan rambut cepak, dari fisik keliatan banget kalo Bapak dari angkatan, setahuku waktu itu Bapak udah jadi Kapten dan ditempatkan di magelang…

    Salam kenal Pak
    Ihsanuddin Bahri
    Kimia angkatan 1999.

  26. W.H. Rahmanto said

    Menarik sekalai, mas Arman! Waktu lalu saya menempa mhs dengan gaya militer. Saya menempatkan diri sebagai sosok harimau loreng yang galak dan ganas, dengan harapan mhs punya keberanian menghadapi saya. Saya tidak suka mhs pinter tetapi cengeng, penakut. Apalagi sudah bodoh, tulalit, cengeng lagi….wah..wah…cari kerja ketemu satpam di gerbang masuk saja sudah balik-badan lari terbirit-birit. Psikotes apalagi tes pakai presentasi: baju basah kuyup bak kecebur larutan asam asetat 0,5 % (alias bau kecut). Apa mas Arman mau lihat alumni seperti itu?
    Tetapi….masa itu sudah berlalu. Kini, di ruangan saya yg sepi, saya hanya bisa menatap “lukisan harimau” lukisan mhs angkatan 1997 yang dihadiahkan ke saya, sambil menghela nafas: kuku dan taring saya sudah tidak tajam lagi. Saya sudah sangat jarang mengaum. Saya mendidik mhs sudah dengan sentuhan ala baby sitter ketika ortu sang baby ada di rumah: manis, lembut, penuh helaian dan sapaan yang menenangkan hati…..
    Pernah ada 18 mhs angkatan 2001 ngotot mengambil matakuliah pilihan yg saya asuh, padahal mereka tahu keganasan saya. Ketika kuliah pun mereka merasakan sentuhan militer yg berat. Kuliah, bahkan, saya laksanakan di lapangan, di Gedongsongo…. Mereka tak gentar sedikitpun, tak surut setapak pun. Mereka tetap belajar penuh semangat, kerja keras. Tak salah kalau saya memasang nilai minimal AB untuk mereka. Alhasil, tahun berikutnya tak ada mhs mau mengambil matakuliah tsb hingga sekarang. Komentar mhs: memang nilainya bagus, tetapi…..kuliahnya mengerikan.
    Hehehehe……saya suka menempa mahasiswa dg keras, supaya saya bisa memberikan nilai A (halalan thoyyibah).
    Seorang mahasiswi Fisika 2004 yang kebetulan nekat menyeruak pertahanan saya, hingga akhirnya resmi menjadi bimbingan TA saya (dan hanya perlu waktu 4 bulan sejak bikin proposal lab hingga lulus ujian TA, cum laude lagi) mengusulkan: “Pak, di pintu masuk ruangan lab Bp ditulisi aja: BARAK MILITER!”. Hahaha….boleh juga.
    Saya hanya bisa menatap ke depan sambil menerawang, kapan lagi kah saya menghasilkan mhs-mhs militan melalui tempaan militer saya seperti masa lalu? Karena, saya harus berhadapan dan bermakmum pada tuntutan akreditasi Program Studi. Akuntabilitas harus tinggi: lulus cepat IPK tinggi. Dus, kekurangan waktu untuk mencetak “High Quality” atau “So Excellent” lulusan

    WH Rahmanto

  27. Ndak nyangka.. baru sebentar udah dapat 3 tanggapan….. 2 pro 1 kontra… ndak apa… namanya juga wacana… tapi bisa saya tambahkan di sini.. memang betul kata pak Rahmanto dan Ihsanudin bahwa IQ aja ndak cukup untuk meraih sukses… yang penting adalah spirit…. banyak orang yang tidak mengecap pendidikan yang tinggi tapi bisa sukses dalam hidupnya karena semangatnya yang tinggi dan pantang menyerah……… saya sangat mendukung metode spartan yang pernah dilaksanakan oleh pak Rahmanto, saya juga pernah merasakan pendidikan pembentukan militer yang cukup keras, dimana sejak kita bangun tidur sampai kita tidur lagi bahkan saat tidurpun semuanya diatur dengan ketentuan yang ketat oleh limit waktu yang tidak boleh meleset… saya jadi ingat kalau dulu bapakngajar mahasiswa yang terlambat tidak boleh masuk…hehehe… bukankah kita harus menghargai waktu…(QS: demi masa) komputer yang canggih itu komputer yang dapat bekerja dengan kapasitas banyak serta cepat ! bangsa kita ketinggalan dengan bangsa barat karena kita kurang menghargai waktu…contohnya bahasa kita tidak mengenal pembagian waktu, di English mengenal Tenses dari kalimat aja keliatan kapan waktu terjadinya…. bangsa kita mengatakan bahwa waktu “berjalan sedangkan bangsa barat waktu””berlari” (running out of the time)…..hehehe…..pokoke saya setuju banget apabila mahasiswa dididik dengan cara yang padat, spartan dan seutuhnya….(hehehe…besok kalau gua maen ke kampus pasti dilempari ama mahasiswa kimia undip !)

  28. Nety / Ny.Toni said

    sepakat…sepakat…
    Pak Rahmanto bisa bikin polling, dan saya yakin 99% mahasiswa yg terimbas keganasan Pak Rahmanto pasti skr akan berterima kasih atas gemblengan mental yg Pak Rahmanto berikan cuma2.
    1% yg tdk berterimakasih itu berarti memang yaaa sebatas itulah kualitas hidupnya…

  29. 3 pro 1 kontra…. ayo siapa lagi kasih pendapat….?

  30. W.H. Rahmanto said

    Saya pernah mengalami pendidikan seperti yg mas Arman Yulianto terima di militer, justru ketika saya di SMP dan SD. Waktu itu, ketika kita belum terlalu lama lepas dari penjajahan oleh Belanda dan Jepang, sentuhan milterisme di sekolah-sekolah masih sangat kental. Di SD ada KOJARSENA (Korps Pelajar Serba Guna) yang kental dengan imobilisasi melalui Baris-Berbaris dan Upacara..disiplin…disiplin…disiplin… Tamparan tangan ayah dan ibu (yg kedua beliau juga guru & kepala sekolah di SD tempat saya belajar) masih terasa pedas hingga sekarang, membekaskan disiplin yang tak pernah lapuk & lekang.
    Di SMP, keaktifan saya di Pramuka (dalam 3 tahun kemah 27 kali) menambah pengalaman pendidikan spartan yang mengagumkan, menambah kekuatan kami bersepuluh sebagai siswa millitan dalam grup “Rajawali”. Kami memilih Rajawali karena kemampuannya menyambar, menukik, melesat….dan semua bentuk manuver berkombinasi dengan kecerdasan yg tinggi. Saya berterima kasih kepada guru saya, Bp Haris Madyono, atas tempaan militannya.
    Mas Arman, waktu remaja saya juga pengagung perkembangan pesawat tempur AS. Saya tak suka buatan Rusia, karena meski kuat tetapi tidak lincah. Paling saya kagumi waktu itu adalah pesawat F-14, rudal excocat buatan Prancis, dan Sea Harrier-nya Inggris. Roket Ariane dan Space Shutle Columbia melengkapi kebanggaan saya pada teknologi maju, yang kesemuanya dihasilkan oleh kombinasi: kecerdasan-kerja keras-keuletan-disiplin-kolaborasi-kesabaran dan kesadaran akan pentingnya kemajuan. Pers di Yogyakarta mencatat sejarah sukses saya meluncurkan “Payload Rocket” dan “Missile Rocket” pada tahun 1981 – 1982, ketika saya masih benar-benar remaja seusia para mahasiswa yang sekarang sedang saya hadapi dengan sentuhan paradigma “babby sitter”.
    Sukses lomba “Payload Rocket” di Pandansimo (Bantul-Yogyakarta) yang digelar LAPAN Nopember 2008 lalu, menggugah “macan tidur” di dada saya untuk kembali ber-roket-ria (yang th 1989 – 1992 saya lakukan riset lagi mengenainya, didanai sebagian oleh dana riset OPF UNDIP tetapi lalu saya tinggalkan). Eh…mengantarkan saya ke Saksi Ahli Bom dalam persidangan teroris-teroris di PN Semarang 2005 lalu.
    Ketika saya iktu pramuka, latihan gerak cepat mengenakan baju-sepatu-topi dan semua macam badge & lencana dari posisi istirahat, lalu lari menggabungkan diri dengan pasukannya, menerubos rintangan dengan tingkat keselamatan tinggi dan pasukan utuh, memecahkan sandi, memata-matai pasukan lain, adu kecepatan-ketepatan untuk menjadi unggulan, persis latihan militer adalah menu mengguan setiap hari Sabtu sore. Berat, asyik, melelahkan, namun membuat kami seregu bangga hingga sekarang.
    Nah,……saya merasa setelah jadi dosen, bahwa untuk maju, pendidikan millitan seperti ini rasanya kok perlu sekali, tetapi berhadapan dengan paradigma pendidikan yang baru, hehehe……..
    Please semuanya saja, buat kontroversi adu pendnapat dong….! Millitair tetapi demokratis kan…!

  31. W.H. Rahmanto said

    Ralat tulisan.
    Saya salah menulis “imobilisasi” yang benar “mobilisasi”, “pengangung” yang benar “pengagum”, “iktu” pramuka yang benar “ikut” pramuka, “menerubos” yang benar “menerobos”, “mengguan” yang benar “mingguan”, “pendnapat” yang benar “pendapat”.
    Maaf, trims

  32. Nety / Ny.Toni said

    Oia Pak…tentang IPK bener tuh Pak, saya juga terganjal jd peneliti Balai Riset DKP krn IPK yg cuma 2.96 padahal mintanya 3.00
    trus saya mesti nombok dr mana yg 0.04???
    hny 0.04 lo Pak? Ironis sekali

  33. Nety / Ny.Toni said

    terpaksa saya ambil formasi “perekayasa” walaupun harus tersingkir di putaran kedua tes^_^

  34. skor masih tetap 3 pro 1 kontra,,, hehehe… saya jadi inget KOJARSENA pak…. kalau saya waktu SD seragam yang coklat-coklat namanya KOJARSENA… ternyata KOJARSENA itu cikal bakalnya Pramuka to.. Trims buat Pak Rahmanto yang nambain info buat saya…. BTW gimana Komentar rekan lain ? Pak Ishom… gimana komentarmu ?

  35. djoem said

    IPK… ?
    apakah tingkat susksesnya sebuah preastasi akademik diukur dengan nilai atau angka-angka..?

    sekarang apakah prestasi sebuah kerja juga diukur dengan angka atau nilai…?
    ( maaf, sales bisa diukur dengan angka… ).

    apakah dgn penurunan BBM 3X ..? he he

    mengapa prestasi musti terganjal dengan angka….?

  36. W.H. Rahmanto said

    Dukun-dukun ramal percaya penuh (dan selalu bermain dengan angka-angka). Masyarakat kita dulu percaya penuh pada dukun, dus percaya penuh dengan angka-angka. Misal, mau nikahkan putrinya mesti berhitung dulu. Rebo = …… Wage = ….. Jadi Rebo Wage = ….. wah hari sial yang jadi pantangan banyak orang. Takut, khawatir cucunya nanti lahir hari Kamis, padahal mau dinamakan Rebo. Jadilah Rebo lahirnya hari Kamis.

  37. W.H. Rahmanto said

    Kalau semua institusi negeri maupun swasta mengukuti mbah dukun, pasti percaya bahwa angka 3,00 itu angka bagus 3,50 angka mujur dan 3,80 angka keberuntungan. Menghitungnya bagaimana, ya…tanyakan ke mbah Dukun, tetapi jangan ke Djoem! Dia pasti pening….hahaha…..
    Padahal, angka itu (menurut seoang Guru SD di kakwasan Tembalang dan sekitarnya) bisa diambil dari kalender di dinding. Di kalender itu banyak sekali angka-angka yang bisa dipilih ketika memberi nilai ujian mahasiswa tanpa perlu koreksi akurat. Eh…jadi ngelantur: Intinya, nilai-nilai yang terentang dari E – A itu apa benar mencerminkan kemampuan mhs yang sebenarnya? Mhs pinter tetapi persepsinya kontras dengan dosen ya…bisa dapat E. Cantik kece cerdas ada yg dapat A. Tetapi Cuuuwwantikkk sekali, nasibnya baru apes dapat nilai D padahal (ndak tahu) isi jawaban ujiannya seperti apa.
    Sebagai pendidik dengan jam terbang tinggi (saya mengajar sejak 1980) tidak bisa menjamin bahwa nilai benar-benar obyektif.
    Sebagai penatar, saya selalu menyampaikan kepada para dosen, bahwa menilai kemampuan mhs tidak hanya dengan test (apalagi check-point) melainkan juga dengan non-test seperti pembuatan makalah (yang dikoreksi teliti), pesentasi oral & poster yang di-scoring dengan akurat, tugas merangkum isi buku, membuat model, dll.
    Bagi saya, recruitment lulusan tidak hanya melihat angka saja, tetapi juga bukti-bukti prestasi lain. Program Studi juga hendaknya bisa membekali lulusan dg bukti-bukti prestasi autentik. Misalnya Syamsul angkatan 2002 sebelum lulus berhasil menyusun buku Kromatografi. Apa ini bukan prestasi? Taumy & Bariyah lolos sbg juara lomba karya ilmiah nasional. Bariyah menyabet banyak penghargaan atas prestasinya berkarya ilmiah. Bariyah – Taumy sempat mengenyam negeri jiran, Malaysia, 1 bulan sebagai reward atas prestasinya. dan masih setumpuk contoh lain, prestasi mhs yang tidak hanya tertuang di transkrip saja.
    Apakah recruitmen tetap tak kan mempertimbangkan prestasi-prestasi di luar transkrip….?

  38. W.H. Rahmanto said

    Memang logis, kalau semua menuntut persyaratan IPK tinggi. Semua fihak percaya penuh pada lembaga pendidikan, bahwa lembaga pendidikan termasuk perguruan tinggi memberikan nilai obyektif yang akurat pada mhs. Berarti, menurut rumus, IPK tinggi mencerminkan kemampuan yang tinggi; IPK rendah menunjukkan rendahnya kemampuan mhs. IPK tinggi menyiratkan etos belajar & kerja yg tinggi. Sebaliknya, IPK sangat rendah mengindikasikan kemalasan mhs waktu kuliah.
    Logis kan? Ya, tentu logis, meskipun (menurut filsafat sains) logis belum tentu benar…..! Manakah yang mendapat nilai lebih tinggi: mhs yg mencontek atau yg tidak? Yg mencontek temannya atau temannya yg diconteki? Tak jarang terjadi, yang mencontek mendapat nila A, yg diconteki malah dapat D.

  39. W.H. Rahmanto said

    Hayooooo…..piye jal!

  40. Hehehe…. ngomong-ngomong soal IPK, sebenarnya saya ndak mau ikut-ikutan…. soale kalau udah ngomongin yg satu itu gua jadi minder, nyesel plus sedikit mangkel…. bukan karena IPK gua pas-pasan lho…. but karena sering kali gua liat orang-orang yang mempunyai IPK sangat tinggi sekali sampe nyundul langit , tapi kualitasnya ndak sesuai dengan angka yang iya dapet… jadi sory aja saya termasuk orang yang sangat tidak percaya dengan angka-angka itu…..
    Saya bukannya mau komplain dengan angka yang saya dapetin…. sebab saya menyadari kelemahan otak saya…tetapi saya pikir bahwa setiap orang punya kelebihan dan kekurangan…. kelebihan saya adalah kekurangan saya dan kekurangan saya adalah kelebihan saya… lho koq bisa ?… jadi gini.. kelebihan saya adalah menyadari bahwa kelemahan gua adalah bidang akademik makanya sampai saat ini saya terus selalu belajar.. belajar..dan belajar , sedangkan kelebihan saya saat ini adalah berat badan ( lho koq jadi nggak nyambung sih.. hehehe)

    .Papae Tegar
    Salam Hormat dan Terima Kasih buat Bp Suhartana yang selalu memberikan dorongan motivasi dan semangat di kala masa susah di Kimia Undip

  41. W.H. Rahmanto said

    Di Amerika attribut nilai memang akurat menunjukkan kemampuan karena “proses” pembelajaran ditangani betul. Tetapi, di Ameriki? Wah…wah…nanti dulu.
    Lalu, kalau IPK rendah terus tidak akan sukses? Di Indonesia justru sering terjadi sebaliknya. Kenapa? Tahu sendirilah, apa yang sebenarnya terjadi waktu kuliah.
    Alumni dg IPK rendah tak perlu minder. Kesuksesan adalah buah dari kesadaran akan kemajuan yang berimplikasi ke kerja keras, efisien, penuh strategi.
    Betul kan mas Arman, Netty, dan Ikhsan!

  42. W.H. Rahmanto said

    Djoem,
    buktikan bahwa IPK rendah pun bisa sukses mencetak karir….

  43. Betuul… sekali… pak… tapi moga-moga diskusi ini hanya dibaca para alumni, sebab kalau dibaca para mahasiswa , saya takut mereka akan elek-elekan kuliahnya… toh IPK tidak mempengaruhi masa depan katanya… ,

    Papae Tegar
    Kalau dunia bisa diputar balik ke tahun 1988, InsyaAllah saya akan belajar Keras dan tidak akan asal-asalan kuliah…..

  44. djoem said

    he he…. sampai 4 tahun ini aku masih sanggup gaji 8 pegawai ya pak…

  45. Ihsanuddin Bahri said

    kalo waktu boleh diputar balik tahun 1986, maka saya akan menolak masuk TK, saya tidak mau sekolah, karena otak saya pas-pasan, sekolah hanya untuk orang2 dengan kecerdasan tinggi, sedangkan untuk saya dan jutaan orang yang punya IQ seperti saya cukup di didik moral, bahasa asing, agama (spiritualitas), karakter, prinsip2 hidup, cara pikir dan cara memecahkan masalah secara sistematik, serta sebuah ketrampilan / keahlian buat bekal hidup, misal : dagang, bengkel, masak, main gitar, piano, biola, penata tari, akting, melukis, menyanyi, pemain bola, tenis, bulu tangkis, dll.. yang tidak harus kuliah tinggi yang menghabiskan banyak waktu, rata2 orang lulus kuliah sekitar 23 sd 25 tahun, setelah lulus baru merintis karir, padahal kalo mo karir di jalur yang tidak harus kuliah, usia 20 tahun sudah dipuncak prestasi, tapi bagi orang yang benar2 pinter maka wajib kuliah sampai tuntas… hahahaha

  46. Suatu pandangan yang cukup menarik dari pak Ihsanuddin Bahri ini …… tapi menurut saya mungkin perlu di kaji lebih dalam lagi… sebab lembaga pendidikan model apa yang bisa mewadahi semua yang disebutin Ihsanuddin tadi?….formil atau non formil lembaga pendidikan tersebut.?… berapa lama waktu yang dibutuhkan ?… apakah sistem pendidikannya perlu boarding atau non boarding ? kira-kira relistis ndak sistem tersebut ?…. apakah memang Pendidikan Tinggi hanya cocok bagi mereka yang ber IQ tinggi ? saya kira ini sangat menarik untuk didiskusikan… jadi diharapkan para rekan-rekan dapat urun rembug disini …. soale dari pernyataan diatas ada kesan bahwa kuliah itu buang-buang waktu… apa bener..? … hehehe.. makin panas aja diskusi kita kali ini…. BTW apa bener Ihsanuddin ini Tahun 1986 baru mau masuk TK ?…. hehehe….ijih bocah banget to kowe san…san… opo aku sing uwis tuwo yoo..?

    Papae Tegar
    Perasaan baru kemarin di wisuda jadi S.Si…. ndak taunya udah 15 tahun meninggalkan kampus Undip.

  47. Ihsanuddin Bahri said

    hahaha.. ini cuma upaya menolak kemapanan berfikir yang jamak dilakukan para orang tua, bahwa pendidikan formal yang yang berliku2 adalah SATU-SATUNYA jalan menuju kehidupan yang cerah, tanpa adanya screening awal tentang minat dan bakatnya.. hahahaha

    iya pak, saya angkatan 1999, tahun 86 masuk TK, 87 masuk SD, 93 masuk SMP, 96 masuk SMA, 99 masuk Undip.. nah kalo lulus dari undip aga rahasia, soalnya bisa ketahuan seberapa lama waktu kuliah, dan ujung2nya balik lagi pada perhitungan IQ…. hahahaha

  48. Ok san…. eh opo ya aku ngundange… pak ? om ? opo dik ? anu..gini lhoo.. saya jadi inget adanya upaya menolak kemapanan berpikir kayak gitu… yang berakibat fatal… kasus anak artis Iwan Fals yang bernama Galang rambu Anarkhi… waktu itu Iwan Fals berfikir bahwa pendidikan Formal itu wasting time atau buang-buang waktu.. so si anak itu sama sekali dibiarkan semaunya sendiri tanpa adanya pendidikan formal… sianak yang suka musik dibiarkan berkembang sendiri tanpa pengawasan yang jelas…. akhirnya si galang Rambu anarkhi tersebut meninggal dunia pada usia 16 tahun karena Over Dosis Narkoba…. siapa yang salah kalau sudah begitu ? hehehe…. sampai sekarang saya masih percaya kepada Pendidikan formal yang ada.. yang perlu dibenahi adalah sistemnya aja… gimana pendapat rekan-rekan ?

    Papae Tegar
    pernah jadi pendidik di Akmil…

  49. Ihsanuddin Bahri said

    ngundange San aja.. kalo ditambah Raden Mas juga gapapa.. hehehe.. (guyon Pak).. hehehe..

  50. W.H. Rahmanto said

    Hahahaha…..saya ingin menambah panas (maklum, dosen Liku-liku Panas alias Termodinamika).
    Benar, bahwa Pendidikan Formal memang sangat mubadzir, buang-buang waktu-energi-biaya-peras otak tanpa bekas. Saya mengajar sejak 1980, seolah-olah melukis di permukaan air. Beriak sebentar lalu kembali datar dan tenang. Tanpa bekas. Ini di Indonesia.
    Tetapi, benar pula bahwa pendidikan harus 2-sisi: Formal di sekolah-sekolah, perguruan tinggi, dan keluarga. Informal di Masyarakat.
    Yang saya sebutkan barusan adalah apa yang seharusnya kita lakukan.
    Yang saya sebutkan pertama adalah “realitas” di Indonesia. Kenapa “realitas” itu ada di Indonesia? Filosofi pendidikan di Indonesia tidak jelas. Fondasi pemikiran juga labil. Tujuan juga tidak konkret dan mengarah. Apalagi proses: penanganan pembelajaran di perguruan tinggi amburadul, tak punya pola dan identitas spesifik yg jelas. Secuil contoh: CBSA (cat-buk-spe-abis), ada dosen nerocos (ada yg cuma bergumam) di depan kelas tanpa mau tahu mhs-mhsnya paham atau tidak. Lebih tepat ada yang cuma pamer pinter, bukan membuat pameran pinternya mhs-mhs, dst.
    So……kalau Pendidikan Formal di Indonensia dibenahi, tidak bakal mubadzir.
    Dulu, saya kuliah dg sistem Belanda: program sarjana muda (B.Sc.) lulus lalu kerja. Melanjutkan ke program Sarjana (Drs.) untuk memperdalam keilmuan. Kalau di Belanda Drs setara dengan M.Sc., langsung melanjutkan ke program doktor (Dr).
    Kalau mhs sudah ngap-ngapan, bisa berhenti di B.Sc. (120 SSKS) lalu kerja. Kalau benar-benar ngap-ngapan, berhenti di PROPADEUSE (30 SKS) dapat surat keterangan lalu kerja. Lihat di negara maju: B.Sc.-M.Sc.-Dr. hanya 3-2-3 = 8 tahun. Di Indonesia 9 tahun (4-2-3), tak ada program B.Sc.(120 SKS/3 tahun). Yang ada S1 (144 SKS/4 tahun)…………
    Lalu…………….

  51. W.H. Rahmanto said

    Lalu……..
    Mudah-mudahan dosen-dosen yg saya gambarkan tadi tidak ada di Jurusan Kimia kita. Tetapi, yg pasti, tiada gading yg tak retak. Masih banyak kelemahan yang harus diatasi.
    Kurikulum perlu di-set yang fleksibel-ekonomis (sekarang hanya ada 1 praktikum per semester), tetapi tidak kehilangan sesensi sebagai pengemban perkembangan sains & kaderisasi saintist.
    Dosen perlu menggeser paradigma dari “teacher centered teaching” (proses berfikir terpusat di benak dosen, dosen yang berfikir keras di depan kelas, sebagai satu-satunya sumber belajar di samping buku acuannya) menuju “student centered learning” (proses berfikir terpusat di benak mhs, dosen menjadi perancang skenario-sutradara-manajer pembelajaran; mhs menjadi aktor-aktris)
    Mhs juga harus mau berubah, dari sbg penadah ilmu yg dituangkan dosen ke benaknya menjadi perakit ilmu untuk dirinya. Berarti butuh kerja keras. Lulus cepat, IPK tinggi relatih mudah diujudkan. Tetapi, kualitanya jangan banyak diharap.
    Sekarang, ada pemandangan menarik: mhs-wi ke kampus berdandan seperti mau ke pesta, menenteng tas untuk belanja ke mall, bersepatu dengan hak tinggi, gerakan waktu berjalan ditata-rapi. HP ditangan tak pernah berhenti bekerja. Mana bisa gerak cepat, konsentrasi tingg ke fokus bahan kuliah? Jujur saja, berapa baris rumus ditulis setiap hari? Berapa baris sms diluncurkan setiap hari?
    Wah, faktor-faktor yg menentukan rendahnya kualitas lulusan masih terlampau banyak untuk dikupas….

  52. Saya tidak tahu untuk sistem pendidikan bagi calon dosen di perguruan tinggi pak…. tapi yang saya alami untuk calon pendidik di lingkungan TNI AD ada yang namanya SUSGUMIL (Kursus Guru Militer) selama 3 1/2 bulan di Bandung, disitu kita calon Guru Militer benar-benar diajari Cara mendidik Tentara yang mungkin lain dengan orang Sipil. ada salah satu materi pelajaran yang penting yaitu CMI (cara memberikan Instruksi ) disitu kita diajari cara mengajar baik di dalam kelas maupun di lapangan, semuanya diatur disitu baik cara berbicara yang jelas sampai posisi berdiri di kelas yang baik… kelihatannya sepele hal itu tapi sebenarnya sangat penting …. saya ambil contoh salah satu Dosen di Kimia undip dulu (Saya tidak tunjuk hidung lagi pak..maaf) yang punya kebiasaan menyebut huruf J dengan kata jet… yang saya kira Z… dan masih banyak lagi kata-katanya cukup cepat dan susah dimengerti, padahal saya yakin Dosen tsb cukup pintar tapi bagi saya yang punya IQ pas-pasan cukup susah dimengerti pelajarannya….. .

    Papae Tegar
    Maaf ngomongnya suka bloko suto tanpa pemanis kata..

  53. Nety / Ny.Toni said

    bagaimana dengan konsep “homescholling”???
    dengan catatan ortu-nya memang benar2 mumpuni untuk kebutuhan pendidikan anaknya.
    saya pikir itu ideal untuk konsep pendidikan versi Isan (saya manggilnya Isan Pak Arman, soale kami satu angkatan, kalo saya panggil Mas Isan nanti suami saya cemburu,heheeee)

  54. Menurut saya sistem Home Scholling yang lagi ngetrend saat ini ada plus minusnya. bagusnya sistem ini adalah materi pelajaran jadi lebih intensif karena memberikan pelajaran bagi satu dua orang akan memakan waktu yg lebih singkat dibanding kepada 30 orang, disamping itu penyerapan pelajaran jauh lebih intensif…. tetapi kelemahan sistem ini adalah masalah sosialisasi bagi si anak akan menjadi terhambat, si anak akan jadi Kuper, egois dan kurang bisa bersosialisasi dengan lingkungannya nanti…. itu pendapat sy lho bu nety atau bu Toni ? BTW ada apa dengan bu nety dengan pak Ihsanuddin ? awas lho ada CLBK hehehe… ( bagusan mana namanya ? Ny Nety Toni atau Ny Nety Ihsanuddin ? hehehe..just kidding..)

  55. Ihsanuddin Bahri said

    hahahaha.. dulu Nety naksir saya Pak, tapi bentangan takdir berkata lain, meminjam istilahnya Pak rahmanto, kami saling mencintai, Nety mencintai saya dan saya mencintai yang lain.. hahahaha

  56. Nety / Ny.Toni said

    Pak Arman…
    Isan itu sebenarnya baik…rajin…patuh sama ortu…pinter…suka menabung…
    cuma satu kekurangannya yaitu: SUKA BOHONG
    jd yaaa semua sifat termasuk tulisan Isan diatas bohong belaka,hahaaaa……….
    kalo Pak Arman liat profil suami saya yg pinter cakep baik lagi, maka pernyataan Isan bahwa dulu saya naksir Isan hanyalah representasi dr kekecewaan hatinya yg mendalam atas takdir bahwa saya telah dipersunting Pangeran Toni…
    Maaf ya San…

  57. Nety / Ny.Toni said

    Pak Rahmanto…Pak Arman…Isan…and anyone…

    betul Pak Arman kelemahan home schoolling emg anak jd kurang bersosialisasi, tapi saya pernah lihat liputannya di TV, ternyata u/ me-minimize kelemahan tsb, mrk sering juga mengadakan pertemuan sesama anggota home schoolling, selain itu biasanya mrk jg memanfaatkan lingkungan rumah untuk menggenjot sosialisasi mrk dgn dunia luar…

    Masih ttg pendidikan,
    Di tabloid NAKITA edisi 5-11 Januari 2009, membahas ttg sekolah muaaaahal yg akhir2 ini lg ngetrend terutama di Ibukota,
    temen sekantor saya, sedang sibux melobi TK Penabur untuk mendapatkan SPP yg rate-nya rendah, disana di patok harga 750rb/bulan dan bbrp lg harga, sistemnya ada bbrp pilihan hrg SPP sesuai kemampuan
    Kalo di Sekolah CIKAL Jaksel, uang pangkal untuk reception level(anak 4-6th) 24jt, SPP 1,75jt/bulan
    untuk primary level(anal 6-12th) 58jt, SPP 2,5jt/bulan
    Kalo di PSB Singapore School malah pake US$
    Gila… itu mah DP untuk rumah saya…
    Mereka meng’klaim uang tsb untuk pembiayaan program2 dan metode belajar. trus untuk pelatihan rutin gurunya baik dlm maupun luar negeri, terus untuk riset kurikulum yg mereka adopt DLLLLLLLL..

  58. Nety / Ny.Toni said

    Kata Pakar di tabloid NAKITA…
    ciri2 sekolah yg muahaaaaaallll
    1. fasilitas lengkappp n’ hampir selalu baru
    2. perbandingan jumlah guru:murid kecil, biasanya
    24siswa 2guru atau 1guru maks pegang 5-8 siswa
    3. Jam sekolah lebih lama
    4. gurunya, minimal kuasai 1 bhs asing, min S1 atau
    pernah
    tinggal di Luar negeri
    5. banyak praktikumnya
    6. uang kegiatan selama 1th udah dipatok
    7. ekskulnya banyak+keren2 seperti berkuda,biola,balet dll
    8. kurikulum bikin sendiri
    9. menerima siswa dgn “kebutuhan khusus”

    kelemahan sekolah2 tipe begini:
    1. Anak terima beres, segala fasilitas dah ada, jd gak kreatif. Coba kyk laskar pelangi, krn keterbatasan, justru ide cemerlang mahar membuat mrk juara lomba 17 agustus
    2. pergaulan anak jd terbatas pd “high class level”, wah kalo sampe jd pejabat bahayyyaaa, gak biasa liat rakyatnya, setelan n’ standarnya tinggi terus

    apalagi ya kelemahannya???
    tambahin donk yg buaaanyak, biar kita gak begitu merasa bersalah kalo gak bisa nyekolahin anak kita ke sekolah mahalll,heheheee

  59. Nety / Ny.Toni said

    kata mereka yg nyekolahin anaknya ke sekolah mahal:

    “saya puas dgn sekolah anak saya, krn kurikulumnya menitik beratkan pd pengembangan kualitas diri anak, anak saya terlihat lebih aktif, berani mengungkapkan pendapat, bisa diajak berpikir, bahasa inggrisnya ok, perfomance diri anak jd bagus, gak gaptek, santun pd orang dewasa dan lebih PD”

    weleh…weleh…
    demi menghibur diri, maka saya men-cela mrk yg menyekolahkan anak disitu: “yaaa… kalo itu yg mereka cari, berarti mereka golongan ortu yg gak PD bahwa mrk bisa mendidik anaknya untuk jd pribadi yg baik, berpikir kritis, dan melek tekno”
    habis gimana lagi lg wong saya gak mungkin bisa nyekolahin anak ke situ, kalopun mampu saya juga ogah, mending SPPnya dibagi rata dgn anak2 tetangga, biar lebih byk orang pinter dan biar lebih berkah…
    lagian saya kan PD (insyaAllah) bisa mendidik anak saya sebaik mungkin, gak kalah deh sama mrk yang sekolah muahaalll
    Bu Nety dan Pak Toni gitu loh…
    Kalo standar saya sih TKIT,SDIT,SMPIT,SMAIT juga udah bagus,
    bapak2 dan ibu2 yg lain gimana???

  60. Hehehe… menarik juga apa yang disampaikan Bu Nety ini… Saya jadi teringat belum lama ini Bpk Faizul Ishom Phd (kimia Undip 88) disalah satu tulisannya “Ada banyak Sekolah di sekitarku” juga menyampaikan kegundahannya dalam memilihkan sekolah buat anaknya. terus tulisan itu khan dapat tanggapan diantaranya dari gua.. yang membuat saya terkesan adalah tanggapan dari seorang Doktor rekannya Ishom tadi menyampaikan pengalamannya, yaitu dulu anaknya di sekolahkan di salah satu sekolah Favorit mahal dan bergengsi, yang terjadi adalah anak tersebut sering murung dan tidak bahagia, bahkan jadi malas berangkat sekolah. Akhirnya sang Doktor tersebut konsultasikan anak tersebut ke Psikater. dan diagnosa psikater tersebut mengatakan bahwa anak tersebut kesepian dan kurang bahagia disekolah tersebut.. dan sarannya adalah anak tersebut disekolahkan di dekat rumah aja… dan benar juga setelah pindah di sekolah biasa didekat rumah Doktor tsb anak itu menjadi semangat bersekolah dan berprestasi…. yah moga-moga ini dapat menjadi pelajaran bagi kita bahwa lingkungan sekitar sangat berpengaruh terhadap pendidikan anak…(BTW seru juga tuh kisah Cinta segitiga antara Nety-Toni -Ihsanuddin. Yang aku belum jelas Toni itu lulusan kimia undip juga ? Ihsanuddin udah kawin belum ? kalau belum tentunya Ihsanuddin dalam hatinya berkata… Kutunggu Jandamu Nety…! hahaha….)

  61. Ihsanuddin Bahri said

    hahahahaha.. ga komentar ah.. ntar nety tambah banyak nulisnya.. hahahahaha

  62. Nety 99' / Ny.Toni said

    betul Pak Arman…
    itulah semboyan apatisme Isan: “kutunggu janda2 kimia 99′”
    cinta kami bukan lg cinta segitiga Pak Arman, tp segi tak beraturan,sak polah-e dewe,heheee
    mang enak San di gasak-i Pak Arman,hahahaaa

    Toni T.Mesin 99 Undip, skr di PT. PJB anak perusahaan PLN, makanya di angkt 1988 saya tny apa bener Pak Faizul Ishom lg post untuk komisaris PLN, berarti kami satu bendera sm Pak Ishom sebenarnya, waaah bener2 dunia selebar daun kelor…

  63. Hehehe… udah-udah… nanti pak toni baca blog ini jadi uring-uringan….. BTW buat bu Nety kalau mau kenalan n kontek ama Bpk DR Faizul Ishom phd , masuk aja di Facebook. terus kalau udah daftar di pencarian ketik Faizul Ishom… beliaunya sering banget on line…. aku sering Chat juga ama beliau tapi ndak pernah nyinggung gawean… paling nostalgia plus gasak-gasakan….

  64. Nety 99' / Ny.Toni said

    Ok
    thanx info-nya
    saya jg barusan bikin FB kok

    tenang Pak Arman, suami saya gak bakalan uring2an, orang kyk Isan apanya yg mau dicemburuin???heheheee

  65. Ok udah aku add FBmu.. tapi gambare patung singanya koq lebih besar daripada netynya….. ?
    (buat Ihsan.. ayo jangan menyerah ! Cinta ditolak Dukun bertindak !…. Lho aku koq malah dadi provokator sih…)

  66. djoem said

    Betul Mas Arman, teman tidak bisa dibeli ( Sampoerna hijau). Makanya kenapa Temu alumni model yang sudah sudah, hanya membuat bosan dengan diskus masalah pekerjaan.

    klo masalah pendidikan formal, menurut saya karena manusia punya peradaban, dan perlu ada standaraisasi ( Brama kumbara sampai lulus ajian serat jiwa tingkat 10).
    sampai untuk calon mantu saja beberapa orang tua punya standart harus S1 misalkan ( termasuk orang tua saya), walaupun saya berontak karena istri saya cuma lulusan D1 asisten perawat.

    Sekarang kenapa ada yang menyesal..?
    bukankah pendidikan yang kita dapat atau selama kita sekolah atau kuliah merupakan proses perjalan hidup yang musti kita jalani ( kita termasuk yang beruntung bisa kuliah dan lulus di jurusan kimia loh).

  67. Salam kenal pak Djoem.. betul kata sampeyan teman tak bisa dibeli… banyak teman banyak rejeki… hehehe… posisi dimana pak Djoem ?

  68. djoem said

    ngaliyan semarang 24km dari kampus, temen2 yang sering dateng ke tempatku, mas Rivai90, mas Dedy89, Fatkhur92.

  69. Oya ? salam Kanggo Cak Rivai… seneng aku karo adiku siji kuwi.. gayane iku lho slengekan banget…hehehe..

  70. agus said

    tapi mas leonardo de djambedi luwih slengekan kyaknya pa? hheeee

  71. W. H. Rahmanto said

    Mas Aman, Nety, Ikhsan, saya sendiri…..sejak dari Taman Kanak2 sampai Taman Kawak2 dulu sekolahnya di mana? Favoritkah?
    Yang penting ada segitiga tanggung-jawab pendidikan: Orangtua – Sekolah – Masyarakat yg sinergis (idealisme yg susah direalisasikan).
    Sekolah: haruskah mahal? haruskah berfasilitas serba modern?
    Mas Arman, untuk dosen ada serangkaian penataran supaya bisa mengajar dengan baik, yg esensinya: Dasar-dasar Pendidikan, Aplikasi FIlosofi Pendidikan, Media Pembelajaran (dari yg paling bersahaja hingga berteknologi informasi terkini), …….dst. Eh…(maaf) saya termasuk penatarnya…..
    Menurut saya, pendidikan mesti harus digarap dua sisi: Formal (di Sekolah) dan Informal (Orangtua dan Masyarakat). Di Semarang, sekolah-sekolah benar-benar disapu bersih oleh PEMDA: harus gratis, tidak boleh memungut biaya apapun. Nah….tinggal kerja keras untuk membuat proses belajar menjadi efisien & efektif berkendaraan kurikulum yang ramping, fleksibel, futuristik, tetapi……….harus tetap ekonomis.
    Internasionalisasi sekolah & perguruan tinggi? Jangan salah orientasi: kurikulumnya, proses pembelajarannya, ruhnya,…..yg harus internasional (bukan sekedar bahasanya). Jangan-jangan hanya mengejar bahasa Inggrisnya dan sekolah ber-laptop-nya, tetapi tetap saja Intern Nasional (plus bahasa Indonesia yg makin kacau-balau)…………

  72. Gantian saya yang bertanya masalah saya tentang anak saya pak… Dulu waktu di Magelang anak saya bersekolah di SDIT Ihsanul Fikri sampai kelas 3, waktu itu anak saya 10 besar aja ndak pernah masuk.. tapi emang saya akui sistem pendidikan di SDIT tsb sangat bagus, jadi muridnya pinter-pinter… terus sekarang anak saya di Makassar saya sekolahkan di SD negeri deket rumah koq jadi rangking 1 terus yaa…? ini anak saya yang jadi pinter ? apa emang sekolahnya yang jelek ?

    Papae Tegar
    senang mempelajari Andragogy dan Paedagogy

  73. W. H. Rahmanto said

    yach….tentu anak bapak yg pinter, apalagi bapaknya, paling pinter, dan…….sekolahnya yang jelek…..

  74. W. H. Rahmanto said

    Untuk seluruh sivitas academica MIPA-UNDIP, khususnya Kimia, saya ingin merefresh bahwa fakultas kita adalah fakultas matematika & sains. Tentu paradigma yg mesti diterapkan adalah pembelajaran menuju penguasaan matematika & sains yg kuat. Tugas utama institusi adalah membekali lulusan dg kompetensi scientiific yg kuat, sekalipun para lulusan memilih bidang lain di luar di disiplin ilmunya ketika studi di MIPA.
    Penelitian yg dilakukan dosen, berimplementasi ke mahasiswa, adalah penelitian scientiific, bukan penelitian operasional. Penelitian yg bersifat aplikatif untuk membantu penyelesaian masalah di masyarakat luas, hendaknya diangkat via cluster-cluster relevan yang sudah dibentuk di MIPA sejak lama lalu.
    Selamat berjuang.

    Salam hormat
    WH Rahmanto

  75. W. H. Rahmanto said

    Djoem,
    sukses-sukses selalu bisnismu? Sering ke rumah Fathurrahman? Salam saya untuknya kalau ke sana.

  76. W. H. Rahmanto said

    Adalah SD di sebuah pelosok desa th 1964 – 1969, dengan fasilitas sangat jauh di bawah minim, ruangan berdinding anyaman bambu usang yang sudah robek di sana-sini, dengan guru berbusana bebet-surjan-blangkon yg kualitasnya jauh di bawah standar sekarang, dg murid-murid yg tak pernah bersepatu ke sekolah karena sangat miskinnya, yg terpaksa harus libur bila hujan lebat datang karena kondisi bangunannya sangat mengkhawatirkan………juga SMP pelosok desa di th 1970 – 1972 yang kondisinya tak beda dg kondisi SD tadi………toh bisa menghasilkan orang-orang seperti saya sekarang ini plus teman-teman saya lainnya yg jauh lebih sukses dari saya…….Kami semua (saya + teman-teman yg telah sukses, jauh lebih sukses dari guru-guru kami dulu) tak pernah meremehkan, mencemooh, apalagi menghujat…..Kalau pas reuni, kami semua (meskipun ada yang sudah Letjen, Kakandep, dll) selalu menyalami guru-guru dengan sangat ta’zim dg tak lupa menyampaikan terimakasih takberhingga banyak, sambil tetap berbangga telah disukseskan oleh sekolah yg (menurut kacamata sekarang) tak layak sbg tempat pendidikan anak bangsa…………………………….
    Yang ada hanyalah puji syukur yg selalu kami panjatkan ke Hadlirat Allah SWT, yg telah menjadikan sekolah-sekolah itu menjadi bagian hidup kami yg sangat bersejarah.
    Ya Allah……kami tak bisa membalas budi sekecil apapun kepada beliiau guru-guru kami dahulu, selain hanya memanjatkan permohonan kepada Engkau: Muliakanlah guru-guru kami dahulu lebih dari kemuliaan yg telah dan akan Engkau limpahkan kepada kami, murid-murid beliau ini………

    WH Rahmanto
    Murid para guru di pelosok desa

  77. Nety 99' / Ny.Toni said

    Pak Arman…
    itu emang niatnya m-foto marlion-nya kok, kebetulan aja ada huka2 narsis nampang didepannya,heheee

  78. Nety 99' / Ny.Toni said

    Pak Arman…
    menurut saya, kok skr putra Pak Arman ranking 1???
    karena kompetitornya yg skr gak sehebat kompetitor di SDIT Ihsanul fikri …

  79. djoem said

    Maaf pak WH, saya kutip sedikit
    “fakultas kita adalah fakultas matematika & sains. Tentu paradigma yg mesti diterapkan adalah pembelajaran menuju penguasaan matematika & sains yg kuat”.

    Masihkan ada Dosen yang memberikan soal ujian dengan jawaban yang sama persis dengan catatan yang ditulis dipapan tulis..?
    semoga sudah tidak ada lagi…

  80. Saya setuju dengan Bu Toni….. lha wong anakku biasa-biasa wae….. kelebihan anakku hanya ada pada berat badannya aja… hehehe…. eh pak Djoem bisnismu ki opo wae to ? Gua salut lho ama Lasykar Mandiri kayak sampean……… suer… Disini ada seorang Pengusaha yang sukses yang dulunya kerja di perusahaan swasta Asing dengan Gaji yang sangat gede… tapi karena ia berpikiran dari pada tiap hari disuruh-suruh ama bule.. ia keluar ! Sekarang dia jadi pengusaha yang sangat sukses.. Karyawannya banyak banget…. Banyak Pahalanya tuh Pengusaha,

  81. W. H. Rahmanto said

    Wah, Djoem,……
    kalau soal itu saya sulit komentar. Saya mengingatkan FMIPA seperti itu, tentu ada maknanya, salah satunya biar tidak lagi ada soal persis catatan kuliah….Biar tidak ada CBSA….
    Waktu saya terpaksa menyambut mahasiswa baru (sebagai sekretaris senat fakultas), saya memberi komentar singkat: “Saudara-saudara adalah calon-calon pemenang nobel”. Sebuah suntikan virus NAch (Need of Achievement).
    Lalu….? Semua Civitas Academica MIPA harus tanggap. Bisa tidak membuat mereka jadi pemenang Nobel? setidaknya pemenang Olympiade!
    Alhamdulillah, ada yang tanggap. di Kimia saja:
    Beberapa event ilmiah dijuarai, bahkan 4 mhs terpilih mewakili UNDIP melawat 1 bulan di negeri jiran, Malaysia.
    Beberapa kelompok mhs berhasil menjebol persaingan ketat untuk menjuarai lomba-lomba karya ilmiah. Beberapa kelompok bisa lolos seleksi usulan proposal penelitian yg didanai DIKTI, di Kimia ada beberapa kelompok didanai jutaan rupiah oleh Indofood melalui Program “Riset Nugraha”
    Satu mhs sudah berhasil memiliki sebuah PT. Saya sendiri sedang melatih mhs tsb untuk mandiri menggarap potensi air laut selatan, menyusul semangat & keberhasilan sosok Djoem………………

  82. W. H. Rahmanto said

    Nety, Papae Tegar,
    seseorang yg pernah belajar cukup lama di Australia berceritera. Di sekolah dasar di sana, anak-anak yang sudah berhasil membuat lukisan diberi apresiasi. Tak satupun lukisan itu dicela. Apalagi yg belum berhasil. Mereka diapresiasi juga: “Bukan gagal atau tidak bisa, cuma belum selesai saja. Kalau lukisan ini dilanjutkan, wah….nanti bisa bagus sekali…” Anak-anak jadi bersemangat, tak ada yg merasa direndahkan. Mereka berusaha untuk menjadi yg “sangat bagus” (bukan terbagus, mengalahkan yg lain). Tak perlu fasilitas mewah. Yg diperlukan adalah apresiasi sang guru kepada murid-muridnya. Tak ada murid bunuh diri karena gagal, terkalahkan oleh yg lain, dan tertekan….. Bukan diajari kompetisi ketat, mengalahkan dan mematikan yg lain. tetapi kolaborasi. Mau mengapresiasi (bukan mencela) karya teman-temannya. Diajak menyelami ruh yang tersirat di dalam karya teman-temannya. Menang bersama, maju bersama………….
    tak adanilai mati. Sebelum mengarah ke nilai mati ada suntikan-suntikan virus NAch. Yang mau gagal, kembali bersemangat, bangkit, berhasil…..
    Guru sangat apresiatif, murid bekerja keras penuh semangat untuk mengejar prestasi….
    Di Indonesia? Kalau proses pendidikan macam begitu menyebar di seluruh lembaga berbagai level pendidikan, tentu Indonesia tidak akan babak-belur seperti ini.
    Mari bangkit, mari bersemangat, mari berusaha memperbaiki diri, mari maju dan sejahtera bersama, mari tinggalkan semangat mengalahkan & mematikan yg lain, ………………

  83. djoem said

    Yah… PV=nRT dari situlah saya mengais Rejeki.
    Dari Persamaan itu muncul alat pembangkit, pengantar dan pengguna Energy baik heating dan Cooling yang semakin populer dikalangan Industri.
    Nah Sparepart dari system ini yang kami jual ( Valve, Fitting Pipe/tube, Gauge, pump, control), untuk machine equipment kami tidak main karena high investment dan very slow moving.

  84. djoem said

    Luar biasa mahasiswa sekarang dua jempol saya berikan, semoga dapat terus berkarya. tetep idealist dan selalu jujur dalam segala hal. ( maaf seingat saya metode analitic seperti titrasi dan alat electonic yang canggihpun masih ada yang mengandung unsur subyektif).

  85. djoem said

    Pak WR, apakah PT itu Perseroan Terbatas…?

    ada masukan nih dari Temen seangkatan 1994 yang tidak pernah Lulus dari kimia, tapi sangat sukses dibidang Distribusi alat2 electronic rumah tangga ya Mr. Ahmad Barokah.
    “Dunia Kadang diatas dan terkadang kita dibawah, kadar ramai kadang pasar lesu, dengan kata lain pemasukan tidak dapat dikontrol ataupun ditarget, sekarang yang bisa dikontrol adalah salah satunya pengeluaran”.
    Jadi kita musti Disiplin ambil gaji bulanan yang stabil dalam setahun. anggap saja PT sebagai sawah ladang yang bisa kita ambil padinya secukupnya agar kita bisa tanam lagi.
    Banyak temen saya yang cepet sekali kelihatan kaya secara finansial, tapi tiba2 jatuh tdk punya apa2, sayang sekali dia tidak bisa menjaga cashflow.

    Dari anak pensiunan guru STM dgn sambilan sebagai tukang bubut, yang selalu mau mendengarkan masukan dari manapun dan selalu menganggap pesaing sebagai rekan atau partner.

  86. Pak Rahmanto….
    Boleh saya beda pendapat ? tapi maafkan saya bila cara tutur saya kurang bertata krama atau kurang intelek…. gini pak, menurut saya anak itu lebih baik diajari berkompetisi yang sehat sejak dini… sebab hidup itu penuh dengan kompetisi…… itu sudah Sunatulloh pak… ada yang kaya, ada yang miskin…. ada yang pinter, ada yang gebleg (sory)…. ada yang baik, ada yang jahat….. jadi kalau suruh maju bersama sejahtera bersama…. ya tidak mungkin to ?… (kesannya agak berhaluan kiri nih hehehe..) pada suatu padang rumput, itu harus ada yang jadi rumput, Rusa dan Harimau…. coba bayangkan kalau tidak ada Harimau… rusa akan berkembang biak tak terkendali pada akhirnya kehabisan rumput lalu.. mati semua ! kalau tidak ada orang jahat apa gunanya Polisi ? kalau semua orang didunia kaya lalu siapa yang mau kerja kasar ? Kalau semua orang Pinter dan tidak ada yang gebleg (sory lagi) apa gunanya guru ? kalau semua orang sehat apa gunanya Dokter ?.. dst….. Jadi menurut saya hidup itu penuh dengan persaingan yang saling melengkapi…. ada seleksi alam dimana yang lemah akan tersingkir.
    Sebagai tambahan, setiap anak terlahir dengan minat dan bakat masing-masing… teori tabularasa yang mengatakan anak didik adalah sebuah gelas kosong menurut saya kurang tepat ! biarkan anak-anak berkompetisi yang sehat guna menemukan jatidirinya masing-masing…..
    (Nb : Anak berantem dengan temannya biarkan aja….
    biar nantinya lebih percaya diri dan tidak cengeng)

    Papae Tegar
    Mohon maaf lahir dan batin

  87. Seno (CNOE) said

    menurut sy, istilah “sejahtera bersama” bisa diterima, karena setiap orang memiliki tingkat kesejahteraan yang tidak sama. benar, Tuhan ciptakan manusia dengan beraneka, makanya tingkat “sejahtera” nya juga bertikat kan……,

    hidup penuh dengan persaingan…..Betul, tapi bagaimana kita menjalankan persaingan itu haruslah tertata…..dan beretika.

    NBnya pak AY, saya kurang sepaham……bayangkan kalau si “Anak” seumur Mahasiswa….dan berantemnya secara fisik plus tak ada dasar yang benar?
    menurut sy, percaya diri tak hanya dari kemenangan….
    kekalahan yang disadari dengan tindakan perbaikan kemudian melahirkan keberhasilan …. tak akan membuat cengeng.

  88. W. H. Rahmanto said

    Well, kita mesti menyumbangkan pemikiran-pemikiran. Tentu untuk perbaikan negeri ini, via pendidikan. Beda pendapat? Kenapa tidak? Tidak jadi masalah. Yg penting, sumbangan pikiran itu positi-konstruktif. Dunia kita bukan larutan (campuran homogen). Benar-benar seperti tubuh kita: campuran homogen berbaur denga campuran heterogen. Benar-benar heterogen.
    Kesejahteraan bersama bukan berarti sama-rata sama-rasa. Bukan berarti sama ujud-sama porsi. Kita harus sejahtera semua sesuai dengan porsi kebutuhan masing-masing.
    Saya merasakan sejahtera sebagai dosen di kampus, kalau di ruang kelas tersedia OHP, LCD-Proyector berpasangan dg komputer. Ada remote control, layar lebar yg bagus, papan tulis + kapur/spidul cukup (memadai untuk mengantarkan mhs menuju sukses dengan kemampuan berkualitas bagus). Rp 80 juta untuk semua itu…..? Wah, jauh di atas cukup. Tetapi Rp 80 juta cukup untuk perlengakapn dan operasi militer yg dibutuhkan oleh seorang perwira yg sedang memimpin operasi militer di medan perang? Mana ada tank seharga Rp 80 juta? Nah, kalau dipaksakan hanya dg anggaran sekian, bisa dibilang perwira dan anak-buahnya tidak sejahtera sama sekali. Berperang dg modal Rp 80 juta melawan musuh dengan perlengkapan moder senilai 6,5 milyard rupiah.
    Kompetisi? tetap perlu. Tanpa kompetisi, dinamika kehidupan akan mati. Tetapi, seperti juga yg diutarakan oleh ananda Ruseno, harus beretika. Harus manusiawi.
    Kompetisi Matematika di kelas VIII misalnya tentu dimenangkan oleh 1 – 3 orang. Yg lain? Biji Matematikamu kok elek buanget, bakatmu opo to nang? O…..seneng gelut! yo wis, tak kandani mrenea. Gelut yo gelut, ning nanggo tatanan. Gelem tak latih karate? Suk nek wis pinter, melu Olimpiade yo…..Suk kowe gelem dadi Satpam Bank Central Asia?
    Yang kalah kompetisi, tetap harus kita berdayakan. Yang nilainya jelek di matakuliah kelompok KF, ya di-treat supaya bisa mengejar teman-teman lainnya. Kalau tak bisa? Apa sih bakatnya? O….hafalan. Ya, KO yg ditingkatkan supaya bagus. atau KA-nya. Semua tak bisa, berbakat di seni lukis? Atau basket? Mumpung belum terlalu lama kuliah di Kimia, sebaiknya keluar sajalah. Masuk ke Program Stud yg menggarap kesenian. atau yg menggarap olah raga. Mengembangkat bakat di sana. Sukses di sana…..
    Seorang siswi SMP murid saya dulu, maaf, apa-apa tidak bisa. Fisika, Matematika, Biologi, Bhs. Inggris, dll………tidak sanggup berfikir. Bakatmu opo to nduk? Saya latih deklamasi. Saya latih menyanyi tunggal. E…..timbre suaranya mengarah ke ndang-ndut. Yo wis, saya latih bernyanyi ndang-ndut. Ia pu sukses bergabung dg grup penyanyi ndang-dut di bilangan Yogyakarta. Luar biasa….ia bisa mendongkrak ekonomi keluarganya……
    Mari, tetap kita berdayakan mereka-mereka yang kalah kompetisi. Jangan biarkan ia mati
    Pendidikan (dari SD – PT) mestinya begitu. Benar-benar tidak enjoy di Kimia. Lulus dg predikat KEMELUT (CUMLAUDE). Tetapi ia sukses di bidang AKUNTANSI. Jadi dosen Akuntansi, sukses juga. Kalah di Kimia? Menang di Akuntansi.
    Kalah di Matematika, hobinya merokok? E…siapa pernah menyangka, ia sukses bekerja sebagai pencicik rokok di sebuah pabrik rokok ternama…..

  89. W. H. Rahmanto said

    Kuliah amburadol?
    Hobi merokok mengantarkan dia jadi pencicip “taste” rokok. Mendapat penghasilan lumayan besar dari situ.
    Hobi makan? ya…..jadilah tester organoleptik di Indofood atau di Nutrifood, atau di Garuda Food.
    Hobi bersolek? Selamat menjadi perancang mode yg ternama.
    Hobinya tidur? Aku ora biso komentar…….

  90. Kali ini saya setuju sama pak Rahmanto…… tapi kurang setuju ama pak Seno… lha wong konteknya omong soal Paedagogy koq lari ke mahasiswa berantem….? saya jadi tertarik untuk mengembangkan diskusi ini setelah membaca 2 posting terakhir pak Rahmanto…. gini pak :
    Saya dulu yang mungkin salah satu mahasiswa yang tersesat ke belantara Kimia MIPA . terus terang saya dulu tidak tahu apa itu kimia murni , waktu UMPTN saya asal aja di pilihan kedua memilih Kimia Murni Undip karena waktu itu hanya satu-satunya ada jurusan kimia murni itu ya di undip…hehehe yang lainnya Kimia aja… bener juga waktu kuliah saya sangat tidak menikmati setiap matakuliah yang saya ikuti…. rumit, abstrak dan tidak aplikatif…. terus terang beberapa Dosen setiap memberikan matakuliah selalu saya tanya ; untuk apa kita mempelajari hal ini ? jawaban yang sering saya terima adalah “biarlah ilmu untuk ilmu ” . akhirnya saya menyadari bahwa ilmu kimia murni tidak cocok untuk saya.. pada tahun kedua saya minta ijin ke Ortu sy untuk pindah jurusan dengan mengikuti UMPTN lagi, tapi tidak diijinkan oleh Ortu saya karena dianggap membuang biaya selama 1 tahun… yah terpaksa deh harus saya lanjutkan studi kimia yang benar-benar tidak bisa saya bayangkan (lha wong membayangkan Hidrogen aja saya ndak bisa..hehehe). dari pengalaman tersebut diatas , saya mempunyai usul agar diadakan sosialisasi tentang materi kuliah yang akan diajarkan di jurusan kimia kepada calon Mahasiswa sebelum diadakannya seleksi.. jadi sosialisasi bukan kepada mahasiswa ketika dia sudah diterima di jurusan tsb. atau bisa juga untuk seleksi mahasiswa Baru diadakan test Psikologi tentang minat dan bakat si calon Maba. Sehingga adanya mahasiswa yang salah jurusan dapat diminimalisir….

    Papae Tegar
    Dulu paling seneng OPSPEK Maba… makanya jadi Tentara…. (hehe…opo hubungane ?)

  91. W. H. Rahmanto said

    Pepatah mengatakan: “Sudah terlanjur, nasi telah jadi bubur”…..mengandung makna ratapan pasrah, seolah-olah putus asa.
    Silakan sesekali menikmati pemandangan minggu pagi di Sumur Boto, selatan jalan. Ada apakah gerangan?
    Di situ ada bubur ayam, lariiiiissss sekali dan lumayan mahal.
    Nah, bubur tak perlu di sesali. Bubur pun bisa di-upgrade menjadi makhluk lain yg digandrungi dan bermanfaat buat banyak orang.
    Terlanjur jadi tentara? Selepas SMA saya ingin masuk AKABRI di Yogya, ingin jadi pilot pesawat tempur. Menang alhamdulillah, mati pun tidak sia-sia jadi pembela negara. Namun, apa daya persyaratan tinggi badan (waktu itu saya masih 157 cm). Saya tahu diri. Tak jadi mendaftar.
    Bung Arman jadi tentara
    Saya jadi pengajar kimia
    Lalu………..? Bubur kita upgrade. tidak cuma jadi “Bubur Ayam” saja. Lebih dari itu. TEtapi apa ya?
    Yang penting anak kita. Jangan kita paksa menjadi bayang-bayang kita, menjadi budak keinginan kita. Biarlah mereka menjadi diri mereka. Tugas kita memfasilitasi aktualisasi & pembinaan bakat mereka. Apapun bakat mereka. Kita harus legowo menerima bakat mereka, meski dalam hati kita tidak suka.
    Anak suka berkelahi, biasanya orangtua berang. Tetapi asal kita bisa mengarahkan dengan baik, jagoan kelahi akan mengantarkan sang anak ke profesi “kelahi”. Jadi komandan tak bisa kelaqhi? Wuahhhh, bisa konyol. Perang modern sudah serba canggih. Tetapi ketika kepergok musuh beringas yg tersesat, terpaksa duel 1-1. Lembek, tidak bisa kelahi? Sekali gasak langsung tersungkur. Mati konyol. Atau lebih konyol, tertangkap, diikat, diinterogasi…..tidak tahan disiksa? rahasia keberadaan pasukannya terbongkar…..
    Biarlah anak “tidak pintar” matapelajaran UANAS. Tak usah dimarahi. Ia bisa apa? Pintar masak….wahhh, perlu dimotivasi, difasilitasi, di sekolahkan ke bidang pariwisata. Siapa menyangka, kelak sukses mengelola rumah makan, untuk wisata kuliner……

  92. W. H. Rahmanto said

    Kalau anak suka mencuri, menipu, mengelabuhi? Perlu dididik dengan cara yg tepat supaya kelak menjadi intel atau serse yg handal, tidak gampang di-kadali, bahkan bisa melacak penipu-penipu ulung.
    Hobi pacaran? Perlu dididik supaya kelak menjadi Arjuna? Wah…..rodo angel ki…….piye apike yo? Langsung dirabekke wae po yo…?

  93. W. H. Rahmanto said

    mahasiswa berantem…..? hahaha…..kalau mhs Kimia versus Matematika waktu OSPEK sudah “on”, menarik juga…………..
    tetai kepada mhs saya tekankan: “Ini hanya dalam konteks OSPEK lho?”. Jangan terlalu maindid, sehingga mengesampingkan peluang hadirnya calon suami atau calon isteri….hahahaha…….
    Saya bidang Kimia, Isteri saya menggeluti bidang Matematika. Anak saya saya biarkan jadi penari. Meski perempuan gemulai ketika menari, tetap saya ajari track-trackan di jalan raya Joglo Semar. Kenapa? Biarlah ia mampu menghadapi dunia nyata yg penuh dg track-trackan.

  94. W. H. Rahmanto said

    OK? Bagaimana yang lain? Diskusi mesti harus beda pendapat. Biar lengkap. Saya setuju Bung Arman mengangkat “PEDAGOGY”. Pasalnya? Para alumni sudah jadi Orangtua. Mau di kemanakan anak-anak kita?

  95. djoem said

    menarik juga nih, anak saya baru 6 bulan… karena baru tahun lalu kami diberi titipan…

  96. W. H. Rahmanto said

    Laki-laki apa wanita Djoem? Tidak harus jadi orang kimia lho………

  97. Biar tambah gayeng berikut akan saya sadurkan tulisan dari Bapak Dr Faizul Ishom Phd , yang di muat pada catatannya di Facebook.com , belum lama ini :

    Terlalu Banyak Sekolah di Sekitar Rumahku
    By Faizul Ishom.

    setelah 7 tahun hidup tanpa pilihan di Jepang (dimana hampir semua hal diatur negara dan hampir merupakan pilihan yang terbaik), saya dihadapkan banyak pilihan di republik tercinta. Hal pertama yang cukup memusingkan adalah memilih sekolah untuk anak saya, yang kemampuan berbahasa Indonesianya nyaris NOL. Terlalu banyak sekolah disekitar rumahku bukan membuat pilihan menjadi lebih mudah. Akhirnya, saya pilih sekolah negeri untuk anak saya yang jaraknya 400 meter dari rumah.
    Di belakang rumah yang berjarak 100 meter, ada TK-SD IT (Islam Terpadu). Sekolah ini merupakan hasil kerja sama salah satu yayasan di Inggris dan warga lokal. Sistem pendidikannya lebih menekankan siswa lebih aktif dan kreatif dalam belajar. Karena sekolah swasta, maka biayanya lumayan mahal dan muridnya bukan orang kampung dimana saya tinggal, tetapi anak warga kompleks perumahan yang ada di sekitar kampung.
    200 meter di barat rumah kami ada MTs Pembangunan. Sekolah ini menarik biaya murah untuk para muridnya, bahkan lebih murah dari SMP negeri yang hanya berjarak 200 meter dari sekolah itu. Akibatnya, sekolah ini banyak menerima siswa dari warga kampung dan warga kampung lainnya di sekitar kami. Sekolah murah meriah dan bisa menebus mimpi orang kebanyakan untuk menyelesaikan pendidikan dasarnya. Mengenai mutu, mohon jangan ditanya, asal lulus dan tidak telat bayar SPP saja sudah syukur. Sebagai ilustrasi, walau tidak banyak ada lulusan sekolah ini yang akhirnya bisa menembus berbagai perguruan tinggi bergengsi di negeri ini. Mutiara tetap berkilau walau terbenam dalam lumpur.
    400 meter sebelah barat kami, ada sekolah negeri (SD-SMP), dimana anak kami bersekolah. Sekolah negeri standar dalam pengajaran, tetapi menarik minat banyak orang tua untuk menyekolahkan anaknya, walau biayanya lebih tinggi dari sekolah negeri lainnya. Konon, lulusan sekolah ini banyak yang menembus Perguruan Tinggi terbaik, bahkan beberapa PT di luar negeri. Maklum, awal mula sebagian siswa di sekolah ini merupakan putra-putri pegawai di sebuah lembaga penelitian paling bergengsi di negeri ini. Mutiara yang baik akan lebih bersinar ketika bergesekan dengab mutiara lainnya.
    600 meter sebelah selatan kami ada SD yang sudah masuk provinsi Jawa Barat. Di SD inilah hampir semua warga kampung kami bersekolah. Sekolah negeri dengan biaya hampir gratis ini menjadi harapan para orang tua yang hanya punya ongkos pas-pasan untuk sekedar menyambung hidup.
    Dan dengan jarak tidak lebih dari 10 km bertebaran sekolah-ekolah dengan berbagai standar, baik kualitas maupun biayanya.
    Mudah-mudahan banyak sekolah ini bukan merupakan ketidakpercayaan warga terhadap sekolah pemerintah, tetapi hanya merupakan salah satu alternatif yang mengisi daftar pilihan kita.
    Akhirnya kita harus memlih hanya SATU sekolah untuk anak kita. Dan saya telah memilih satu diantara banyak pilihan itu dan tentunya itu bukan yang ideal, tetapi minimal sesuai dengan keadaan kami.
    Dalam hiduppun pilihan-pilihan itu sangat banyak. Seperti deretan sabun yang didisplaikan di super market dan kita harus memilih diantara sabun itu yang sesuai dengan kita, baik kualitas, pengalaman kita memilih sebelumnya, sekedar coba-coba produk baru, atau karena harganya pas dengan kantong. Itulah pertimbangan dalam memilih
    Tahun 2009 merupakan tahun POLITIK. Ada banyak pilihan dan semoga itu merupakan pilihan yang terbaik bagi kita semua. Dan sangat tidak lucu, kalau kita bertengkar hanya karena saya pilih sabun lifebuoy dan anda ngotot nyuruh saya pilih sabun yang lain. Selamat memilih.

  98. djoem said

    lakki-laki, karjono namanya

  99. djoem said

    Jaya Karjono, dengan harapan yang sederhana saja semoga dia rajin bekerja dan berusaha jujur dalam segala hal, masa depan sih ada ditangan dia, seperti kakek neneknya dulu hanya mengarahkan saja, dan selalu menjunjung tinggi nilai budaya Jawa, agar tidak musnah di daerahnya sendiri.
    maaf anak2 di Smg sebagian besar tidak bisa bahasa jawa karena mungkin ortunya memang tidak mau atau malu berbahasa jawa.
    Saya terinspirasi oleh para Pujakesuma di Medan sekitar tahun 2003 ( putra jawa kelahiran sumatera) walaupun nenek mereka datang waktu jaman perkebunan Deli abad18, tapi mereka masih menyukai campursari, dan masih menggunakan bahasa jawa dengan fasih meski jawa ngoko. Etnis Cina ex pekerja perkebunan Delipun juga masih fasih dengan hokien, nah bahasa daerah kita masing2 jangan sampai hilang hanya karena bahasa gaul yang saya sendiri tidak tau artinya ( narcis bete, ataupun yang lainya, semoga tidak dipakai di forum ini…. ).

  100. Nety 99' / Ny.Toni said

    Betul Pak Rahmanto…
    Hendaknya kita bertumpu pada kelebihan yg dianugrahkan pd kita bukan pd penyesalan atas kelemahan kita…
    Menjadi yg terbaik pd setiap level dan episode hidup kita, so sukses akan menjadi hak kita…

    btw, anak saya nanti bakatnya apa ya?

  101. W. H. Rahmanto said

    Inggih, keleresan mekaten Pak Djoem. Pracihnya panjenengan taksih memetri kabudayan Jawi. Bilih wonten lodanging kawontenan, katuran pinarak onten Lab kawula, samangke kawula suguhi uyon-uyon Ki Nartosabdo, campursari Manthos, utawi keroncong Mus Mulyadi.

  102. W. H. Rahmanto said

    Betul, Bung Arman. Setiap manusia punya kelebihan melengkapi kelemahan yang sudah terukir sejak lahir. Kita tinggal memperkuat kelebihan sambil belajar dari kekurangan.

  103. Wuih… pak Rahmanto bahasa jawanya halus banget… jadi malu ikut-ikut bahasa jawa nih….. BTW pak, kenapa hanya pak Rahmanto dosen yang aktif di millist dan blog ini pak ? yg lain timbul tenggelam bahkan ada yang sama sekali ndak hadir ? padahal saya dengar di kampus sekarang udah ada hotspotnya ? kalau alasannya sibuk koq menurut saya agak berlebihan…lha wong kakak saya dosen mipa undip juga ndak sibuk-sibuk amat, hehehe.. saya adik iparnya Sri darmanti (mbak yanti) dosen Biologi Undip, kenal ndak pak ?

  104. W. H. Rahmanto said

    Saya baru tahu Senin kemarin kalau bung Arman adik Ipar Bu Yanit, diberitahu Pak Agus Subagio Fisika.
    Kalau soal dosen-dosen, saya tidak bisa komentar apapun. Yang jelas Pak Asy’ari aktif di yahoo-group kimiaundip.
    Ya….saya dulu semasa kecil jadi pemain wayang orang, pakai kostum daun nangka hehehe……….

  105. W. H. Rahmanto said

    Saya baru tahu Senin kemarin kalau bung Arman adik Ipar Bu Yanti, diberitahu Pak Agus Subagio Fisika.
    Kalau soal dosen-dosen, saya tidak bisa komentar apapun. Yang jelas Pak Asy’ari aktif di yahoo-group kimiaundip.
    Ya….saya dulu semasa kecil jadi pemain wayang orang, pakai kostum daun nangka hehehe……….

  106. W. H. Rahmanto said

    Demi kepentingan mahasiswa & institusi, sekarang ada peraturan baru di UNDIP, yang menarik:
    1. Tidak boleh ada nilai D (kalau E boleh kali….)
    2. Mhs yg mengulang boleh tidak ikut kuliah
    3. Presensi bagi mhs mengulang boleh nol
    Ada alumni yg pengin ngulang……?

  107. djoem said

    weleh weleh, klo saya sih D aja sudah ta anggap lulus.
    Kalau sampai mengulang, seperti menoleh kebelakang cerita ketika saya, senin ini seharian terkatung2 tanpa kejelasan di ahmad yani, akhirnya selasa pagi bisa berangkat dan bertemu Mas Dedy sore hari dikantornya di kapuk raya.
    Dia kena PHK dari vitadaya Bawen sebelum bulan puasa, tidak ada angin tidak ada hujan tiba2 pabrik tutup. Ada kabar pabrik mau buka kembali, tapi beliau enggan balik lagi. Ya mas kehidupan dunia belum berakhir.
    ya mas semoga suskses ditempat baru, selalu loyal pada bidang yang telah kita geluti, ya ni yang membuat kita bisa hidup.

  108. W. H. Rahmanto said

    Djoem,
    bagaimana khabar Dedy (Dedy Barianto?)

  109. Wuiih…. saya mau ngulang pak…!!! tambah satu syarat lagi… untuk alumni boleh korespondensi…. termasuk ujiannya..hehehehe…… (kalau boleh beneran, saya bisa S-2 nih….hehehe..)

  110. ciep98 said

    SAlam kenal & sejahtera bwt Mas2, dan mbak semua, Pak WH Selalu salam takzim saya bwt Bapak sekeluarga.kalau diperbolehkan mau ikut nimbrung. sangat menarik ulasan2 yang disampaikan Pak Arman, Pak Djoem, dan Pak Rahmanto. kalau benar apa yang disampaikan Pak Rahmanto pada posting terakhir semakin memperjelas bahwa kebijakan pendidikansekarang lebih kearah bisnis bukan lagi menjadi kawah candradimuka untuk mencari bekal hidup, sekolah bukan lagi mencetak siswa yang diharapkan bisa memecahkan masalah tetapi lebih kearah parameter fisik (nilai)…… (nuwun sewu bilih klentu)

  111. W. H. Rahmanto said

    ciep98,
    apakah Aciep Hadiyanto? Agaknya nyaris benar, kapitalisme sudah mulai menjiwai dunia pendidikan. Dunia pendidikan menuju paradigma layanan umum, melayani kemauan orang lain dibanding filosofi pendidikannya sendiri.
    Namun, di Kimia-MIPA Undip, dosen-dosen masih banyak yg betahan dengan idealisme pendidikan, bahwa pendidikan adalah kawah Candradimuka untuk mencetak Gatotkaca-Gatotkaca Sakti atau Rimb-raya di bukit Indrakila untuk mencetak Arjuna-Arjuna Sakti.
    Semoga Aciep selalu dalam keadaan baik-baik. Masukan-masukan Aciep dkk sangat kami nantikan, meramaikan kritik terhadap makin buramnya paradigma pendidikan di negeri ini.

  112. W. H. Rahmanto said

    Hahaha……mas Arman….sejak lama kan sudah banyak S2 jarak jauh. Sudah mulai banyak electronik S2 alias e_S2. Nah, saya yakin tak kan lama lagi akan banyak sms_S2. Kalau begitu, pendidikan di negeri ini jadi meriah sekali. Ujian, Pengumuman Nilai, dll……bisa dilakukan via sms.
    Ingin tahu contohnya? Sedikit aja dulu: Pendaftaran calon mahasiswa baru di universitas terkenal (negeri) : via e_mail. Pengumuman yg diterima? via sms. Bayar SPP setelah diterima dst? Bisa dari kota lain manapun. Itu yg dialami anak bungsu saya…hehehe….
    Kok bisa ya? Why not? Teknologi Informasi yg melejit pesat, mendukung kenyamanan manusia………..
    UT zaman dulu? Serba jarak jauh….! Dengan pesatnya Teknologi Informasi, bagaimana manajemen UT Modern….hehehehe…………

  113. W. H. Rahmanto said

    Di sebuah Perguruan Tinggi negeri, lulusan D3 Kesenian bisa melanjutkan S1 Matematika. Sekarang ybs sudah lulus.
    Di Jurusan Kimia suatu PT Negeri, ada yang lulusan IPS waktu SMA. Dan sekarang…..? Sudah selesai…!
    Lengkaplah sudah, Supermarket atau Mall bahkan Mega-Mall Pendidikan.
    Sekarang buuuwwwwannnnnyaaaaak sekali sarjana-sarjana S1 dan S2 berbasis Teknologi Informasi lhooo……..

  114. W. H. Rahmanto said

    Zaman modern seperti sekarang, apa sih yg tak bisa dilakukan? Legalitas? Bergantung kesepakatan…..!

  115. W. H. Rahmanto said

    Ada uang? Ada barang atau jasa…..!

  116. Nety 99' / Ny.Toni said

    Pak Rahmanto sedang online ya?
    Boleh tahu alamat e-mail yahoo-nya Pak? biar bisa saya add untuk chatting…

  117. djoem said

    ada uang abang sayang, ga ada uang abang ……

  118. djoem said

    Bang Dedy, baik… sekarang ada dijakarta, sementara dia tinggalkan keluarganya di Ungaran.

  119. Bener juga pak…. disini ada Perguruan Tinggi yang biasa menyediakan Ijazah S-1 secara Instan tanpa kuliah…… yang penting kuat mbayarnya….. hehehe.. gile bener….. IPKnya tinggal bilang aja pingin tiga koma sekian…. boleh…….. wah..wah…wah….. ini dia yang merusak dunia pendidikan kita…. masalahnya korbannya adalah yang bener-bener kuliah tapi IPK pas-pasan kayak saya ini…… pingin S-2 selalu terhambat persyaratan IPK…, BTW saya tertarik pembahasan kuliah online seperti yang pak Rahmanto bilang, permasalahannya model praktikumnya gimana ?.. trus kalau ujian bisa nyontek dong…? (Kalau saya malu mencantumkan gelar sarjana bila didapat kayak gitu …lha wong sekarang aja saya ndak pernah mencantumkan gelar saya…hehehehe… malu bila ditanya masalah kimia ndak bisa njawab…)

  120. W. H. Rahmanto said

    Benar mas Arman, dunia pendidikan saat ini saya nilai terjeblos ke fasa buram. Bagaimana memperbaikinya? Sungguh memusingkan kepala. Sejak dari Taman Kanak-kanak hingga Taman Kawak-kawak (terutama untuk raih gelar Magister).
    Saya mendambakan munculnya sistem pendidikan “on-line”, terutama untuk yang sudah 50 th ke atas. materi kuliah tak perlu terlalu berat, tetapi diranncang dg baik supaya mencerdaskan. Praktikum? Kimia misalnya? Saya sedang menyiapkan bberbagai eksperimen “penny lab”: bisa dikerjakan di rumah, dari bahan murah, alat sederhana bisa dirakit sendiri, hasilnya (secara jujur) dilaporkan secara on-line untuk didiskusikan (seperti diskusi di blog). Ujian? Tak perlu. Ujian model tradisional seperti yg sudah-sudah ternyata banyak sisi lemahnya. Peserta kuliah cukup membuat karya-karya tulis/poster & portofolio on-line. Kalau menipu kan mudah ketahuan. Atribut? Kalau karya-karyanya bagus beri saja “Lulus dg Pujian (A)” dan “Lulus (B)”. Kalau pesertanya agak kacau, beri saja “Belum Lulus”, bukan “Tidak Lulus”. Lalu apa gunanya: Buan unutk cari ijazah buat melamar pekerjaan, tetapi memperkaya kepribadian, memperluas wawasan, mengasah kecerdasan supaya tidak pikun di usia tua.
    Tetapi kapankah itu terealisir ya?
    Pemikiran ini akan saya coba “launch” via Himpunan Kimia Indonesia (HKI) Jawa Tengah. Web-sitenya: http://www.hkijateng.org. masih kami siapkan, belum selesai.

  121. W. H. Rahmanto said

    Saat ini saya sedang menguji cobakan sistem evaluasi non-tes, melengkapi sistem tes (seperti biasanya). Misalnya dengan membuat karya tulis 1 halaman (1 spasi/font TNR 11), poster ukuran A4, uji gagasan (presentasi 7 menit, panel di depan kelas), menyampaikan peryanyaan-pendapat-kritik dg lancar-sistematik thd materi perkuliahan, membuat rangkuman, menguraikan konsep ringkas, dll. Nampaknya cukup akurat mengungkapkan kemampuan sebenarnya.

  122. W. H. Rahmanto said

    Nety, ini alamat e-mail saya:
    cselab_whr@yahoo.com (privacy tinggi).
    cselab_undip@yahoo.com (terbuka, sering saya minta mhs TA saya untuk membukanya).

  123. W. H. Rahmanto said

    Djoem, semoga Dedy sukses di Jakarta.

  124. ciep98 said

    Leres Pak cuma kurang dwi, gagasan Bapak tentang evaluasi non tes cukup membawa angin segar namun mohon maaf bagaimana cara untuk menilainya?apa batasan parameter yang bisa diambil untuk menyatakan lulus atau tidak?karena hal tersebut bisa membuat celah buat “kembali” subyektivitas pihak penilai yang berperan, bwt Bpk mungkin tidak tapi bwt yang lain? Namun ide tersebut pantas untuk diperjuangkan untuk lebih mendewasakan mahasiswa..

    Tetap Semangat Pak!!!

  125. djoem said

    ya semoga suskses buat semua, masih tetep idealist, loyal pada profesi dan mesti tetep jujur

  126. Wuih.. Pak Rahmanto ini emang jagonya ide-ide kreatif dikampus kimia undip (bukan ngalem lho pak..), Saya tertarik pembahasan e learning yang disampaikan pak Rahmanto… terus terang kadang-kadang saya iri dengan kondisi mahasiswa sekarang yang penuh dengan fasilitas… saya membayangkan seandainya pada jaman saya dulu kuliah ada internet alangkah nyamannya…. jadi ndak perlu ke kampus UGM Yogya seharian guna mencari referensi TA… hehehe… cukup tanya ama mbah Google aja…Klik.. berderet-deret informasi didapat…. Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah apakah semua mahasiswa sudah melek internet ? kalau sudah, apakah pemakaian internet sudah tepat sasaran ? survey membuktikan dikalangan mahasiswa pemakaian internet terbanyak baru sebatas chating, FB dan situs porno……..hehehe…. Kalau perangkatnya dan SDMnya sudah siap, saya kira ide-ide pak Rahmanto cukup layak dicoba…. Saya bersedia menjadi salah satu Volunter yang dicoba untuk diajari kimia lewat e-learning…. mbayar ndak apa pak, yang penting terjangkau ama gaji prajurit….

    Papae tegar
    Senang Ide-ide kreatif…

  127. Miftah' 95 said

    Evaluasi non tes?.. bolehh juga tuch………………
    Abis kalo pake tes biasa cuman adu hapalan aja…ndak ada adu kreativitasnya…
    apalagi di Kimia Undip Jaman Saya dulu.. soal hitungan aja sama persis ama catatan, jadi yooo kalo hapal meskipun kagak ngarti.. yaa oke aja……..
    Pengalaman waktu ngambil S2 di UI dulu, tidak ada tuch yang pake test tulis biasa..

    Regards,

    Miftah (sunda abis…lah)

  128. Ngomong-ngomong soal evaluasi hasil belajar , sebenarnya harus kita sesuaikan dengan Tujuan Kulikuler, Tujuan Instruksional Umum serta tujuan Istruksional Khususnya pada mata pelajaran tersebut…. untuk mata pelajaran teori tujuan yang ingin kita dapat apa ? mengetahui, mengerti, memahami atau menguasai ? untuk mata pelajaran praktek : dapat terbatas, dapat, mampu atau mahir ? semua itu ada cara-cara untuk mengetesnya….. sebenarnya untuk menghindari subyektifitas dalam penilaian dapat dilakukan dengan cara sistem koreksi silang dengan disandi… (waktu saya menjadi Dosen di akmil dulu sistim sandi pada lembar jawab sudah dilaksanakan) tetapi sistem penilaian itu khan tidak hanya pada waktu ujian saja? diperlukan penilaian terhadap aspek kognitif, afektif serta psikomotorik….. hehehehe….. jadi inget waktu jadi Dosen Akmil dulu nih…

    Papae Tegar (Jowo deles…)

  129. seno ajah said

    Hmmm seru juga nih ngomongin soal evaluasi belajar…..

    kenyataan di “pasar”, ada yang pakai “formality test” ada yang suruh presentasi langsung seperti pendadaran gitu……jadi menurut sy keduanya harus di komprehensifkan…..jadi macam di blasterkan antara uji tulis dan non tulis, jadi selain harus menguasai teori tulis, juga secara psikologis dapat menguasai situasi dengan dasar pengetahuan yang dimiliki itu….

    Seno (ter-blaster budaya Jawa-Sunda)

  130. djoem said

    memang mesti begitu, bahasa ibu harus tetep dipertahankan dengan tidak melupakan berbahasa indonesia yang baik dan benar.
    Orang keturunan cina di medan aja fasih Hokien, di pontianak fasih bahasa kwo-i atau mandarin..

    Djoem ( jawa thok-thok )

  131. armantegar said

    Ngomong-ngomong soal bahasa…. menurut saya di kimia Undip perlu ditambah materi bahasa Inggris terutama Speakingnya , kalau readingnya ndak masalah sebab banyak literaturnya berbahasa Inggris jadi udah terbiasa ……..

    Papae tegar (boso jowone aneh… logat makassar…)

  132. W. H. Rahmanto said

    Apa yg sudah saya sampaikan terkesan ide-ide kreatif, mas Arman. Tetapi saya merasa, sepertinya tak beda dengan “angan-angan kosong” atau “mimpi di siang bolong” dari seorang akademisi yg selalu melihat coreng-morengnya pendidikan di negeri ini, tetapi nyaris tak bisa berbuat apa-apa demi perbaikan menyeluruh.
    Di Indonesia, penduduk dewasanya tak kurang dari n = 125 juta jiwa. Dus, ada 2 pangkat n selera ataupun kepentingan. Jadi, susah dikompakkan (apalagi disamakan).
    Kita perhatikan saja, bagaimana tanggapan terhadap usaha-usaha standarisasi pendidikan via UANAS (lepas dari keunggulan-kelemahan UANAS). Pro-kontra? Tidak masalah asalkan ada titik temu. Tetapi, minir vs menor?
    Pendidikan yg minir? prosesnya penuh anekdot. Tidak pernah beranjak dari kursi jabatan, tahu-tahu sudah menyandang gelar: Ir plus S.Si., S.H., MBA. Ketika ujian TA, di MIPA UNDIP (bukan Kimia), mhs tidak bisa menjawab pertanyaan satupun. Skripsinya kelihatan janggal. Akhirnya ia mengaku “beli” di pasar skripsi. Tetapi….ya…lulus…..
    Pendidikan menor? Serba glamour. Ruang kelas? cessss….anyep ‘ala Basuki. Pakai remote-controlled LCD atau Layar LCD lebar, pakai bhs Inggris cas-cis-cus….dosen-dosen stylist, pakai dasi (pria) pakai blazer (wanita), ….dst….dst… Soal validitas dan akurasi substansi keilmuannya? Wah….jangan tanyakan itu lah…menarik juga ketika seorang akademisinya mengucapkan terima kasih atas kehadiran sang tamu wanit: “Thank you for your coming….” waduhhhhhh…..kalau tamunya faham, bisa merah padam mukanya.
    Atau seorang mahasiswa dikoreksi resepsionis tempt PKL ketika minta tolong: “Can you help me mR?” Kata sang resepsionis dengan senyum lembut: “Would you like to help me, please?” Hahahaha…….
    Di UNDIP sudah ada aturan main: sebelum ujian TA harus lulus Ujian TOEFL dulu dengan grade sekian.
    Plus seluruh program studi harus memberikan kuliah Bhs Inggris 3 sks (sebelum 2008 hanya 2 sks).

  133. W. H. Rahmanto said

    Berdasarkan Program Internasionalisasi pendidikan, UNDIP menekan supaya ketika mengajar, ada beberapa matakuliah per Prodi yang “English Fully” atau seluruh matakuliah dg 25% penyampaian dg bhs Inggris.
    Hehehe……asyik juga, dosen & mhs sama-sama belajar berbahasa Inggris, berselang-seling dg bhs Indonensia Semarangan (“Coba perhatiin contohe di atas. Misale, “aku” masukin HCl ditempate erlenmeyer…..dengan digitik pake HCl, larutane jadi netral)…..
    Bahasa Inggris? Tidak boleh heran kalau banyak mhs yg lebih pintar dibanding dosennya (termasuk saya).

  134. Hehehehe… ada istilah baru nih…. pendidikan minir dan pendidikan menor…… memang dua-duanya kacau……. sampai-sampai ada istilah “tempat kuliah orang berdasi” hahaha… gimana kalau Kimia Undip buat jargon lain ; “tempat kuliah orang bernyali”….. BTW dari penyampaian pak Rahmanto diatas saya dapat simpulkan sementara bahwa Kimia Undip sekarang sudah jauh lebih maju daripada jaman saya kuliah dulu…. sehingga tinggal mahasiswanya untuk memompa semangat belajar dan berlatih saja…..

    Papae Tegar
    (pengin kuliah lagi…)

  135. W. H. Rahmanto said

    hahaha…..stop dulu Mas Arman…Soal “lebih maju” itu bergantung persepsi dan opini masing-masing orang. Kan ada pepatah: “das solen” lain dengan “das sein”. Seperti apapun bagusnya BUS ber-AC, kalau penumpang dan crew-nya masih perokok “lintingan”, ya bus-nya cepat kumuh.
    Bahasa Inggris 3 sks. Harapannya tambah bagus. Tetapi, kalau kuliah hanya 3 – 4 kali per semester ya dapat apa.
    TOEFL lolos 450 atau 475. Tetapi bukankah “angka” bisa dibeli (persis seperti beli nomor “Buntut” atau “Togel”). Mau lebih “Canggih” lagi? Sertifikat “Lulus FOEFL” punya temannya bisa di-scan dg scanner yg bagus, lalu di-print dg printer kualitas bagus dg cartridge asli, setelah identitas temannya di ganti. Siapa akan mengecek teliti?
    Memang kok, Mas Arman. Sekarang banyak sekali:
    Pendidikan “minir”: penuh cibiran sinis karena banyak anekdot-anekdot, tipu-tipu, kasak-kusuk di dalamnya.
    Pendidikan “menor”, yg lebih mengutamakan penampilan fisik, penuh polesan dan bungkus bagus-bagus, tetapi proses di dalamnya bak “Black Hole” atau “Kotak Hitam” Pesawat terbang.
    Produknya? Caleg-caleg (maupun yg sudah LEG) & Pejabat-pejabat berijasah aneh: dari yang aspal sampai yg benar-benar palus 100%.
    Saya menyaksikan sendiri, SMP tidak lulus, hanya sampai akhir semester 1 kelas 1, tetapi bisa kuliah. Baru saja selesai di-OSPEK, langsung terbirit-birit keluar………

  136. W. H. Rahmanto said

    hahaha…..stop dulu Mas Arman…Soal “lebih maju” itu bergantung persepsi dan opini masing-masing orang. Kan ada pepatah: “das solen” lain dengan “das sein”. Seperti apapun bagusnya BUS ber-AC, kalau penumpang dan crew-nya masih perokok “lintingan”, ya bus-nya cepat kumuh.
    Bahasa Inggris 3 sks. Harapannya tambah bagus. Tetapi, kalau kuliah hanya 3 – 4 kali per semester ya dapat apa.
    TOEFL lolos 450 atau 475. Tetapi bukankah “angka” bisa dibeli (persis seperti beli nomor “Buntut” atau “Togel”). Mau lebih “Canggih” lagi? Sertifikat “Lulus FOEFL” punya temannya bisa di-scan dg scanner yg bagus, lalu di-print dg printer kualitas bagus dg cartridge asli, setelah identitas temannya di ganti. Siapa akan mengecek teliti?
    Memang kok, Mas Arman. Sekarang banyak sekali:
    Pendidikan “minir”: penuh cibiran sinis karena banyak anekdot-anekdot, tipu-tipu, kasak-kusuk di dalamnya.
    Pendidikan “menor”, yg lebih mengutamakan penampilan fisik, penuh polesan dan bungkus bagus-bagus, tetapi proses di dalamnya bak “Black Hole” atau “Kotak Hitam” Pesawat terbang.
    Produknya? Caleg-caleg (maupun yg sudah LEG) & Pejabat-pejabat berijasah aneh: dari yang 100% aspal sampai yg benar-benar palsu 100%.
    Saya menyaksikan sendiri, SMP tidak lulus, hanya sampai akhir semester 1 kelas 1, tetapi bisa kuliah. Baru saja selesai di-OSPEK, langsung terbirit-birit keluar………

  137. W. H. Rahmanto said

    Semua harga barang maupun jasa dapat di-negosiasi kok. Pintar-pintar transaksi sajalah…….

  138. Nanang said

    Busyeh daah, ternyata banyak banget yang ngasih komen….Gak nyangka, say udah lama banget engga nengok ini blog….Salam buat semuanya….

    Eh ini ada usul sudah saya posting di tulisan terakhir……tolong pada kasih komentar ya….

  139. djoem said

    mulakno mas nanang ndhang kawino

  140. W. H. Rahmanto said

    Nang….Nang….blog-mu direspons bagus luarbiasa kok malah mengumpat “busyeh”…..(maksudnya “busyet”?)

  141. Nanang durung kawin ? hahaha.. lha wong di facebook aja pasang fotone numpak pit….. lha cewek sing arep nyedaki dadi wedi……hehehehe… dasar wartawan …..pancen punya jiwa seni yg aneh….

  142. ruseno said

    arah pendidikan kimia menurut saya:

    seperti bertani, ber-kimia seharusnya diawali dengan penanaman, penyuburan dan perawatan, pengembang biakan, pemanenan.

    penanaman: mahasiswa yang masuk ke kimia, bukan tidak mungkin atas kemauan kuatnya. yang seperti ini tak perlu extra treatment dalam penanaman. akan tetapi, yang (maaf) karena kecelakaan masuk kimia, ini harus di treatment secara extra, agar fondasinya kuat. jadi penanam benih benih ke-kimia-an, di semaikan di sini.
    penyuburan: setelah akar-akarnya menguat, maka perlu pemupukan. kesuburan akan kebanggan diri menguasai ilmu kimia perlu ditanamkan. bukan secara prakmatis, dengan bangga bahwa “Alumni kimia banyak yang jadi….dan….” tapi bangga akan pengetahuan bahwa kimia mencakup semua aspek kehidupan…..kimia fleksible dikombinasikan dengan aspek-aspek lainnya.
    perawatan: aset bangsa yang telah kuat fondasinya, telah subur semangatnya harus dirawat dengan treatment treatment yang mendukungnya. perawatan agar si aset ini dapat berkomunikasi, bekerja sama, mengaplikasikan pengetahuannya, berlogika dengan ilmunya, berkreasi dengan angan/ide/gagasannya.
    pengembang biakan: jika penguasaan ilmu pokok, penguasaan ilmu pendukung telah kuat. tibalah waktu pengembang biakan. apa yang perlu ikembang biakkan? yaitu “KARYA”. inilah saat mengawinkan idealisme dan kenyataan dalam penelitian ilmiah. study & praktik secara komprehensif, mengolah permasalahan, dugaan dugaan, bukti bukti dan alibi menjadi sebuah kesimpulan yang dapat dipertanggungjawabkan.
    pemanenan: setelah betul betul matang, barulah dipanen…..jangan sampai karena harga sedang tinggi, atau tampak halus, atau terdesak kebutuhan, terus dipanen, yang akhirnya untuk mematangkannya perlu Karbid….

    semoga bermanfaat
    ruseno (J2c000168)
    (hmmm…sebenarnya saya merasa sebagai hasil panen yang di karbid, meski baru saya sadari setelah panen itu tiba)

  143. W. H. Rahmanto said

    Waktu ada lokakarya pembenahan Kurikulum pada th 2007, akhirnya ditetapkan hanya ada praktikum dg skedul seperti ini:
    Prakt. Kimia 1 (Tugas Resep 1): SEM 1
    Prakt. Kimia 2 (Tugas Resep 2): SEM 2
    Prakt. Kimia 3 (Tugas Project 1): SEM 3
    Prakt. Kimia 4 (Tugas Project 2): SEM 4
    Prakt. Kimia 5 (Tugas Inkuiri 1): SEM 5
    Prakt. Kimia 6 (Tugas Inkuiri 2): SEM 6
    Prakt. Kimia 7 (Tugas Riset 1): SEM 5 (Penelitian TA)
    Prakt. Kimia 8 (Tugas Riset 2):: SEM 8 (Skripsi & Ujian)
    sebagai salah satu langkah perbaikan. Hasilnya? Allahu a’lam!

  144. W. H. Rahmanto said

    Prakt. Kimia 7: SEM 7

  145. Tedy Hendarwan said

    Asaalamu’alaikum wr wb
    Permisi Mas2 dan Mbak2 numpang tenar y?hehehehe
    Saya Tedy Hendarwan J2C 006 052. Kimia 2006(Scandium).
    Salam kenal buat Mas2 dan Mbak2.
    Saya cuma mw share_2 aja neh tentang kimia jadul.Hehehe
    Gimana kiat belajar MK PIP??
    Dan menciptakan suasana “perang” dalam diskusi kelas?
    Seperti “perang” nya Bolzman dan Oswald?hehehe

  146. W. H. Rahmanto said

    Teddy,
    usulmu bagus sekali?

  147. MK PIP iku opo sih ? jaman sy ndak ada…. trus menciptakan suasana perang kayak apa ? perang Konvensional ? perang gerilya ? perang kota ? lha wong perang ki akeh je…. sekarang aja saya masih melaksanakan perang yang belum saya menangkan yaitu “perang melawan diri sendiri “….

  148. W. H. Rahmanto said

    Saya ingin usul begini…….:
    Lewat icon Data Alumni (1988 – 2004), silakan berhai-hai, tetapi jangan terlalu serius. Santai, kocak, konyol, atau apalah…..biar bisa bikin suasana hangat.
    Lewat icon Tukar Pendapat, mari kita sharing pengalaman keilmuan Kimia dan aplikasinya di lapangan. Cari korelasi materi perkuliahan dengan kenyataan lapangan (di daur, restoran, bengkel, …..dll)
    Lewat icon Sedikit Masukan Buat Mereka dari Kami dan Kita, mari kita saling asah-asuh, memberikan masukan untuk almamater, agar pendidikan di Jurusan Kimia-MIPA UNDIP makin maju. Dosen-dosen juga perlu memberikan masukan-masukan (ruh ilmiah) agar alumni juga meningkatkan kemampuan mengembangkan-diri.
    Lewat icon Untuk MIPA UNDIP, kita sampaikan masukan-masukan agar di Fakultas tercipta iklim kondusif (ah..gaya pejabat nich..) yg bisa memacu Prodi di lingkupnya untuk berkembang maju
    Bagaimana…….

  149. W. H. Rahmanto said

    hahaha…….
    Mas Arman, MK-PIP adalah Mata Kuliah Penulisan Ilmiah & Presentasi. Via MK ini, mahasiswa ditempa untuk mengkonstruksikan pikiran convergen, lalu menuangkannya ke bahasa tulis (Paper berformat Jurnal Internasional, isi berbobot skala S1), bahasa lisan (Presentasi di hadapan mhs 3 Angkatan& Panelis yg terdiri dari Dosen-dosen plus Mhs2 yg sudah lulus MK-PIP), dan bahasa dagang (Poster Dinding ukuran A0 yg dipamerkan di Hall MIPA atau mana saja yg bisa diekspos orang banyak).
    Matakuliah ini hanya berumur 1 Semester, merupakan pemadatan dan penyederhanaan matakuliah Seminar Unit Bidang dan Tugas Akhir yg umurnya bisa mencapai 7 – 8 semester, berat, bikin mhs lama stress & lulus.

  150. oooo….. jaman saya dulu namanya MK Seminar ya pak ? ternyata saya emang kuper nih…. hehehe….

  151. agus 97 said

    Sedikit sharing aja,

    Cita-cita beroleh pekerjaan dengan basic knowledge yang sesuai pun terbayang. Namun apa yang saya alami?
    Di perusahaan pertama, apa yang lebih dituntut dari saya adalah:
    1. Kemauan belajar; Memahami hal-hal baru yang jauh dari latar belakang pendidikan saya.
    2. Kemampuan analisa; Saya ditugaskan untuk mendesign proses se-efektif dan se-efisien mungkin, mulai dari menentukan process flow pembuatan product, design alat yang dibutuhkan, cara kerja proses sampai metode inspeksi dari produk. Disini tuntutan utamanya adalah bagaimana membuat proses dengan cepat dan tepat.

    Di perusahaan kedua tempat saya bekerja, tuntutan utamanya adalah:
    1. Kemandirian; Bekerja tanpa kontrol yang ketat, pengawasan yang apa adanya.
    2. Kepercayaan diri & Pengambilan keputusan; Kita boleh melakukan apa saja asal rasional (speak with data tentunya)
    3. Kreatifitas; bagaimana membuat inprovement-improvement baru agar product masih sesuai dengan standard customer tetapi dengan cost (baik material maupun process) yang seminimal mungkin.

    Di perusahaan yang ke – 3 ini, saya dibebani tugas untuk mengoptimalkan storage atau gudang penyimpanan (baik raw material maupun finish good), dan mengatur jalanya distribusi ke customer, yang bekerja dengan para driver (transporter) dari berbagai perusahaan pengiriman.

    Dari kesemuanya itu, kembali saya berasumsi bahwa bangku kuliah yang selama ini saya peroleh, memberikan pengaruh yang sangat besar Jika:
    1. Saya nggak hanya mengejar nilai, tapi mengejar “NILAI” dari ilmu yang diberikan.
    2. Saya nggak hanya mengejar kefahaman matakuliah, tetapi mengejar “MAKNA” mata kuliah tersebut.
    3. Saya memahami bagaimana mengambil keputusan dalam kondisi yang ada.

    Pegalaman organisasi di kampus / luar kampus sangat memberi peran positif dalam hal ini, so, bagaimana para dosen berimprovisasi, agar matakuliah tetap tersampaikan sesuai kurikulum dan “ILMU KEHIDUPAN” difahami dengan kaffah??

    Please correct me if i am wrong.

    Salam,
    Agus W

  152. Setuju…. agus…agus.. hehehehe… jadi kutu loncat juga ya…….. kalau gua setia hingga akhir….pokoke NKRI harga mati…

  153. djoem said

    ya mas,
    namanya juga kerja swasta :
    1. kontrak habis
    2. tidak betah
    3. dipecat / PHK
    4. mengundurkan diri, krn ada tempat lebih bagus
    5. perusahaan tempat bekerja tutup
    6. ……………………….

  154. agus w said

    Iya mas…

    Padahal aq dulu juga nggak jelek2 amat di kimia… (ya nggak bpk2 dosen…..), IP, cukup lah, Lulus .. pertama seangkata, organisasi… lumayan aktif…., makanya sekarang sering pindah2 kerjaan….

    Yang agak saya sayangkan adalah, kenapa mata kuliah kewirausahaan tidak diajarkan dari saya SD dulu ya?

    hikhikhik…

  155. Iya… menurut saya emang perlu diajarkan jiwa enterpreneurship di kalangan mahasiswa… sebab bagaimanapun lebih enak pengusaha daripada pekerja….

  156. Johan said

    Gus, ada buku bagus yang ditulis oleh Masbukhin Pradana judulnya “Menjadi Karyawan beromzet milyaran” (bisa dibeli di Gramedia). Ide-idenya cukup bagus dalam rangka pindah kuadran, dari karyawan menjadi pengusaha.

  157. agus w said

    Iya mas johan, makasih, ntar coba aq belajar memotivasi diri hee…

    Oh ya, mas johan dapet salam dari mba rani, kmaren minggu ketemu di siliwangi..

  158. W. H. Rahmanto said

    Lho, sepi di semua lini…. Pada lari ke facebook ya Nang?

  159. agus w said

    Iya nich pa, 2 minggu ini ga ada yg nongol

  160. W. H. Rahmanto said

    Baru demam face-book. Nanti ada yg baru,demam yg baru.

  161. W. H. Rahmanto said

    Yah, wajar. Mana yg lebih efisien, enjoy, lebih informatif, bisa lihat foto-foto sekalian, pasti dipilih.

Tinggalkan komentar